2.086 Hektar Lahan Bermasalah – Kedepankan Kemanusiaan dalam Pembebasan 2.086 Hektar Lahan Bermasalah di IKN.
Upaya percepatan pembangunan nexwin77 infrastruktur dan sarana pendukung lainnya di Ibu Kota Nusantara atau IKN, tak dapat menghindari munculnya konflik dalam upaya pembebasan lahan masyarakat setempat. Potensi konflik timbul karena masyarakat harus merelakan bidang tanah yang telah puluhan tahun mereka tinggali untuk mendukung rencana pemerintah.
Persoalan tumpang-tindih status tanah untuk kepentingan investasi di IKN dalam beberapa waktu terakhir mengemuka dan jadi pembahasan publik. Sedikitnya, 2.086 hektar lahan di IKN statusnya masih tumpang tindih antara hak guna usaha (HGU) yang menjadi milik pemerintah dengan klaim milik masyarakat setempat.
Hal tersebut diakui oleh Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono, dalam media briefing ”100 Hari Kerja Menteri ATR/Kepala BPN”, di kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Jumat (7/6/2024). Ia mengungkapkan dari total target 21 paket pengadaan tanah di IKN yang dibebankan ke kementeriannya, masih ada sebagian yang tumpang tindih, karena masih ada masyarakat yang menempati lahan tersebut.
“Masih ada 2.086 hektar yang masih dinyatakan belum clear and clean. Pemerintah akan memastikan penanganan terhadap masyarakat yang masih menduduki lahan akan ditangani dengan baik,” ucap Agus yang akrab disapa AHY itu.
Apa yang dikatakan AHY bukan sekadar isapan jempol. Kompas mencatat, banyak warga di lokasi terdampak pembangunan proyek IKN yakni Kelurahan Sepaku atau sering disebut sebagai Sepaku Lama, belum punya sertifikat tanah. Sebagian besar warga di sana merupakan keturunan suku Paser dan suku Balik, suku yang sudah menetap ratusan tahun di Kecamatan Sepaku.
Pandi (49), Ketua RT 003 Kelurahan Sepaku, baru mendapat dokumen segel untuk lahan rumahnya ukuran 10 meter x 10 meter pada tahun 2019. Sebelumnya, lahan tempat tinggalnya tanpa surat-surat meski sudah tinggal puluhan tahun di sana. Ia pun menghimpun dan membantu warga untuk mengurus surat tanah agar terhindar dari konflik dan sengketa lahan.
Berdasarkan data Otorita Ibu Kota Negara (OIKN), dari 2.086 hekatare lahan di IKN yang statusnya masih tumpang tindih, seluas 2,75 hektar lahan atau 22 bidang tanah terdapat di lokasi pengendali banjir Sepaku dan 44,6 hektar atau 48 bidang tanah terdapat di lokasi pembangunan jalan tol segmen 6A dan 6B.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas Kepala OIKN, Basuki Hadimuljonomengungkapkan beberapa mekanisme penyelesaian disiapkan, termasuk antisipasi dampak sosial kemasyarakatan yang bisa terjadi.
OIKN, telah memberikan solusi dengan menawarkan skema Penanganan Sosial Dampak Kemasyarakatan (PSDK). Melalui skema tersebut, masyarakat terdampak akan diberikan uang ganti rugi atau kerohiman sebelum direlokasi. ”Sudah pernah dilakukan di proyek lain dengan skema PDSK Plus, tapi itu harus kita laksanakan segera,” ujar Basuki dalam Rapat Kerja Menteri PUPR dengan Komisi V DPR RI, Kamis (6/7/2024).
Kepala OIKN sebelumnya, Bambang Susantono, pernah berujar bahwa Presiden Joko Widodo menginstruksikan supaya penataan kawasan IKN dilakukan secara humanis. Berdasarkan instruksi tersebut, tidak semua warga dipindahkan. Ada yang dilakukan penataan kawasan saja.
Ia mencontohkan seperti di Pasar Sepaku, akan dibangun pasar tradisional, tetapi modern, yang membuat semua orang nyaman. Selain itu, ada juga pembangunan desa yang bercirikan kawasan adat dan masyarakat bisa tetap di lokasinya. ”Jadi akan kita lihat case by case. Pada intinya kita ingin semua dalam posisi diuntungkan,” tambah Bambang.
Kendati demikian, gesekan yang terjadi antara warga adat dan OIKN tetap sulit untuk dihindari. Pasalnya, pembangunan IKN tidak dilakukan di atas ruang hampa. Di dalam area tersebut terdapat ribuan warga yang bermukim dan sudah membangun kehidupan bertahun-tahun.
Isu gesekan antara pemerintah dan masyarakat di sekitar IKN, sebelumnya mencuat setelah muncul surat edaran yang terkesan menggusur di awal minggu kedua Maret. Dalam surat edaran tersebut, warga lokal diberi perintah untuk segera membongkar dan meninggalkan area tempat tinggal mereka karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang IKN. Tak hanya itu, surat tersebut pun menyertakan tenggat selama tujuh hari untuk perintah ini dilaksanakan.
Ultimatum ini dilayangkan kepada warga yang mendiami beberapa desa, yakni Bumi Harapan, Tengin Baru, Suka Raja, dan Pemaluan. Di dalamnya, terhimpun masyarakat adat yang tergolong dalam berbagai suku.
Deputi Bidang Sosial Ekonomi OIKN Alimuddin segera membantah adanya surat tersebut. Ia menegaskan bahwa surat tersebut sudah gugur dan memastikan bahwa hak-hak adat akan dilindungi di IKN.”Tidak ada penggusuran semena-mena. Bahwa pembangunan akan terus berkembang, iya. Tapi, hak-hak masyarakat adat dilindungi. Semua dilindungi di IKN. Jadi, tidak ada kesewenang-wenangan,” ujarnya.