Kenaikan Harga BBM – Kenaikan Harga BBM Segera Mencekik Nelayan Surabaya. Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi mengancam keberlangsungan hidup kalangan nelayan di Surabaya, Jawa Timur.
Mereka mengharapkan keberpihakan nexwin77 kebijakan pemerintah untuk menjamin kehidupan sehari-hari sekaligus kelancaran pasokan pangan bahari untuk kebutuhan masyarakat.
Sejak Sabtu (3/9/2022), harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi naik. Harga BBM jenis pertalite per liter menjadi Rp 10.000 dari sebelumnya Rp 7.650. Harga solar untuk mesin diesel naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800. Kenaikan harga 30,7 persen untuk pertalite dan 32 persen untuk solar. Kedua BBM bersubsidi ini dipakai oleh nelayan untuk melaut termasuk di Surabaya.
Menurut Suyanto, nelayan Kenjeran, Senin (5/9/2022), kenaikan harga BBM bersubsidi tidak dibarengi dengan jaminan distribusi ke sentra kehidupan nelayan. Sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan (SPBN) kehabisan pertalite dan solar sehingga nelayan harus membeli ke stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) yang mengakibatkan keluar biaya tambahan hingga Rp 1.000 per liter bensin dan solar.
Suyanto mengatakan, nelayan Surabaya rata-rata melaut tidak terlalu jauh sehingga tidak memiliki kapal atau perahu dengan konsumsi BBM banyak.
Dalam sehari, mesin perahu nelayan untuk melaut di Selat Madura mengonsumsi 5-6 liter pertalite atau solar. Sebelum kenaikan harga, ongkos BBM berkisar Rp 26.000-Rp 31.000 untuk solar dan Rp 39.000-Rp 46.000 untuk pertalite.
Setelah kenaikan, konsumsi BBM menjadi Rp 34.000-Rp 41.000 untuk solar dan Rp 50.000-Rp 60.000 untuk pertalite. Kenaikan ongkos BBM 33-49 persen.
”Padahal, selama melaut belum tentu nelayan mendapat hasil,” kata Suyanto. Sepanjang tahun ini, cuaca termasuk di perairan kian sulit diprediksi karena fenomena La Nina. Ketika melaut dan tidak mendapat hasil, nelayan menghadapi kerugian. Untuk menutup kerugian, mereka biasanya berutang yang pada dasarnya sulit untuk diatasi.
Ismail, nelayan Kenjeran, menambahkan, kenaikan harga BBM kian mengganggu pikiran nelayan. Situasi di laut sedang kurang menguntungkan, harga BBM naik dan mengerek harga barang dan jasa, terutama pangan, sandang, dan pendidikan untuk anak-anak mereka.
Karena terbebani banyak pikiran, terutama akibat kenaikan harga BBM, nelayan kian rentan untuk tetap memperhatikan perkembangan informasi. Mereka seolah cuek saat diberi tahu bahwa pemerintah dan PT Pertamina (Persero) meluncurkan program BBM untuk nelayan, terutama solar untuk koperasi (Solusi).
Selain itu, pemerintah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar Rp 150.000 per bulan per keluarga yang juga mencakup nelayan dan petani kelompok ekonomi lemah.
Melalui Solusi, program yang akan dijalankan mulai Desember 2022, termasuk di Surabaya, nelayan dijamin mendapatkan pasokan BBM yang memadai dengan harga terjangkau melalui koperasi. Dengan penyaluran melalui koperasi, BBM bersubsidi akan tepat sasaran sekaligus menekan potensi penyalahgunaan.
”Kemarin saja SPBN kehabisan bensin dan solar sehingga terpaksa beli ke SPBU dan tambah ongkosnya,” kata Ismail.
Terbatas
Dihubungi secara terpisah, Haerul Umam, nelayan Kepulauan Masalembu, Kabupaten Sumenep, mengatakan, kalangan nelayan dibatasi membeli BBM bersubsidi di agen premium dan minyak solar (APMS) yang semacam SPBU. Pembelian solar dibatasi 15 nelayan per hari sehingga sebagian besar nelayan tidak bisa melaut karena tidak punya BBM.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Dadang Hardiwan mengatakan, sebelum terkena kenaikan harga BBM, nilai tukar nelayan (NTN) Jatim pada Agustus 2022 turun 0,46 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
NTN ialah perbandingan indeks harga yang diterima dengan yang dibayarkan oleh nelayan. Selain itu, indikator tingkat kemampuan atau daya beli nelayan dari produk perikanan yang didapatnya untuk biaya produksi serta konsumsi barang dan jasa guna menopang dan memenuhi kebutuhan hidup.
Dadang melanjutkan, di antara enam provinsi di Pulau Jawa, hanya Jatim dan Jateng yang mengalami penurunan NTN.
Di Jateng, penurunan NTN sebesar 0,1 persen, sedangkan di Jatim lebih tinggi, yakni 0,46 persen. Penurunan disebabkan indeks harga yang diterima turun 0,77 persen, sedangkan yang dibayar juga turun 0,31 persen.
Secara umum, nelayan di Jatim mengalami penurunan daya beli dan dikhawatirkan berdampak terhadap produksi yang berimplikasi pada ketersediaan pangan bahari.