Anggaran Belanja RAPBN – Beda dengan Sri Mulyani, Suharso Minta Anggaran Belanja RAPBN 2025 Dikepras Rp 230 Triliun.
Proses pembahasan postur makro fiskal dalam Rancangan APBN 2025 dibayangi perbedaan pendapat di internal pemerintah. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tiba-tiba meminta agar defisit fiskal ditekan drastis menjadi 1,5-1,8 persen dari produk domestik bruto signalgacor untuk memberi ruang fiskal yang lebih besar bagi pemerintahan Prabowo Subianto kelak.
Dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) yang disusun Kementerian Keuangan, target defisit dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 sebenarnya sudah ditetapkan sebesar 2,45-2,82 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Angka tersebut nyaris ”mentok” mendekati batas aman defisit yang diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara, yakni 3 persen dari PDB. Defisit itu juga jauh lebih tinggi dari realisasi defisit pada APBN 2023 yang hanya 1,65 persen dari PDB.
Dalam berbagai kesempatan, pemerintahan Joko Widodo menyatakan, RAPBN 2025 sudah mengakomodasi ruang fiskal bagi program presiden terpilih yang akan menjabat per Oktober 2024. Program yang dimaksud misalnya makan bergizi gratis yang menjadi janji kampanye Prabowo-Gibran saat pemilu.
Namun, dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kementerian Keuangan, Rabu (5/6/2024), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa tiba-tiba meminta agar Kemenkeu bisa menurunkan target defisit tersebut secara drastis menjadi 1,5-1,8 persen dari PDB.
Alasannya, dengan menekan defisit dalam RAPBN 2025 serendah mungkin, pemerintahan Prabowo-Gibran akan mendapat ruang fiskal lebih banyak untuk memasukkan program dan kebijakannya melalui mekanisme APBN Perubahan setelah kelak menjabat.
”Kami berharap Bu Menkeu dan Komisi XI, kalau memang itu disepakati, defisit bisa lebih turun lagi 1,5-1,8 persen dari PDB supaya ada ruang fiskal bagi pemerintahan yang akan datang,” kata Suharso di hadapan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati serta pimpinan dan anggota Komisi XI.
Belanja akan dikurangi
Suharso mengacu pada Pasal 5 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2025.
Ketentuan itu menyebut, pemerintahan saat ini diwajibkan menyusun rencana kerja pemerintah (RKP) dan RAPBN bagi tahun pertama pemerintahan berikutnya. Namun, presiden terpilih tetap mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKP dan RPJMN tahun pertamanya melalui mekanisme pembahasan APBN Perubahan.
Guna mencapai defisit 1,5-1,8 persen dari PDB, postur belanja dan pendapatan dalam RAPBN otomatis perlu diselaraskan ulang. Suharso mengatakan, masih banyak belanja pemerintah yang bisa diefisienkan dan dirasionalkan untuk memberi ruang fiskal bagi kabinet Prabowo kelak.
”Ada banyak pos belanja dari pemerintahan saat ini yang (porsinya) bisa kita kurangi sedikit. Kira-kira kalau dibandingkan besaran PDB, berarti ada ruang Rp 230 triliun yang harus dimunculkan. Ini tidak terlalu besarlah,” ujar Suharso kepada awak media seusai rapat.
Dalam waktu dekat ini, ia melanjutkan, pemerintah akan berkoordinasi untuk memetakan program-program tertentu yang bisa dikurangi belanjanya. ”Misalnya, apakah ada subsidi kita yang mau dikurangi atau diefisienkan? Atau apakah kita mau mendorong naik dari sisi penerimaan supaya defisit turun?” katanya.
Usulan Suharso itu sontak memancing pertanyaan dari peserta rapat. Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI-P Dolfie Othniel Frederic Palit, misalnya, bertanya-tanya, mengapa Suharso sebagai bagian dari pemerintah yang menyusun KEM-PPKF tiba-tiba berbeda pendapat dengan Kementerian Keuangan dan meminta defisit diturunkan dari target awal.
Suharso menjelaskan, usulan untuk menekan defisit itu muncul karena KEM-PPKF belum memasukkan semua program milik Prabowo di dalam RAPBN 2025. ”Jadi, ini untuk memberikan peluang, karena kita belum memasukkan semua program dan belum sinkron dengan program presiden terpilih,” katanya.
Saat ditanya asal-usul angka defisit 1,5-1,8 persen tersebut, Suharso mengatakan itu inisiatifnya pribadi sebagai pemimpin Bappenas, bukan permintaan tim transisi Prabowo. Menurut dia, selama ini penyusunan KEM-PPKF dan RAPBN 2025 memang telah melibatkan tim Prabowo. Namun, komunikasi itu masih bersifat informal sehingga program Prabowo belum seluruhnya terakomodasi dalam RAPBN 2025 yang disusun pemerintahan Jokowi.
”Sebenarnya, ruang atau kamar untuk program-program presiden terpilih itu sudah kita bentuk. Tetapi, skalanya, porsinya, itu masih perlu penyesuaian. Ini yang perlu dibicarakan langsung secara official dengan kabinet akan datang. Mau seperti apa penekanannya,” kata Suharso.