Rencana Detail Tata Ruang – Rencana Detail Tata Ruang Mengkhawatirkan, Bisa Bikin Investor Gamang. Realisasi pengintegrasian rencana detail tata ruang atau RDTR ke dalam sistem online single submission belum mencapai seperlima dari target pemerintah.
Masih minimnya jangkauan digitalisasi RDTR kontradiktif dengan ambisi besar pemerintah dalam meningkatkan investasi dan burung77 pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya di daerah.
Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, hingga Juni 2024, baru ada 234 RDTR digital yang terintegrasi dengan online single submission (OSS). Capaian ini baru mencapai 12,73 persen dari target 1.838 RDTR dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Artinya, masih banyak perizinan usaha dan investasi di daerah yang belum otomatis diterbitkan melalui layanan berbasis daring yang terintegrasi dan terpadu dengan perizinan berbasis risiko dalam sistem OSS.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Agus Harimurti Yudhoyono mengakui bahwa RDTR punya peranan penting sebagai pintu masuk bagi investasi. Sayangnya, komitmen pemerintah daerah dalam menyusun RDTR masih rendah, tecermin dari baru ada 508 RDTR yang menjadi peraturan daerah (perda) atau peraturan kepala daerah (perkada).
”Pekerjaan kita cukup banyak karena pada akhirnya kita mengejar hampir 2.000 RDTR. Ini tidak mudah karena bukan hanya kita yang bekerja, melainkan juga pemerintah daerah,” ujar Agus yang akrab disapa AHY dalam konferensi pers ”100 Hari Kerja Menteri ATR/Kepala BPN”, di Jakarta, Jumat (7/6/2024).
RDTR menjadi acuan pemberian izin pemanfaatan ruang bagi masyarakat dan pelaku usaha serta memastikan penetapan lokasi atau zonasi dan menjamin fungsi ruang untuk investasi. Selain itu, RDTR juga menjamin penyediaan fasilitas umum dan pembangunan infrastruktur lebih terencana dan partisipatif.
AHY memaparkan RDTR yang terintegrasi pada sistem OSS akan memudahkan investor dari dalam dan luar negeri; pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); serta pelaku usaha besar untuk mendapatkan perizinan. Kemudahan bagi para pelaku usaha ini pada akhirnya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Sebagai langkah ”menjemput bola”, kantor wilayah BPN di daerah dan Kantor Pertanahan yang menjadi unit kerja BPN di wilayah kabupaten atau kota akan mendampingi dan mengawasi pemerintah daerah agar penyusunan rancangan RDTR tidak berlarut-larut.
Jika pengintegrasian RDTR dalam sistem OSS bisa optimal, lanjut AHY, aliran investasi akan semakin kuat dan tepat sasaran sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat lewat pembukaan lapangan pekerjaan.
”RDTR ini sangat dibutuhkan oleh para investor untuk mengetahui di mana tepatnya mereka bisa membangun industri yang sustainable, yang juga punya kepastian hukum. Jangan sampai nanti sudah masuk mengolah sesuatu tiba-tiba berubah zonasinya,” kata AHY.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Agraria, Tata Ruang, dan Kawasan Sanny Iskandar mengatakan RDTR merupakan dasar acuan untuk diterbitkannya dokumen perizinan terkait bangunan karena menjadi pedoman penataan ruang di kota atau kabupaten.
Dunia usaha mendorong pertumbuhan realisasi RDTR daerah kabupaten/kota yang terintegrasi dalam sistem OSS mengingat RDTR digital sangat diperlukan oleh seluruh pelaku usaha sebagai dasar melakukan rencana atau ekspansi bisnis.
”Hal ini terutama agar penerapan OSS versi risk based approached (pendekatan berbasis risiko) dapat dilakukan dengan baik dan terwujud tata kelola pertanahan yang dapat meminimalkan terjadinya konflik pertanahan di masa mendatang,” kata Sanny.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman menilai RDTR memegang peran penting untuk memastikan suatu izin usaha sejalan dengan prinsip tata ruang serta keberlanjutan lingkungan dan sosial di daerah.
Ketika suatu daerah tidak memiliki RDTR, konfirmasi atas izin lokasinya harus diurus terpisah ke pemerintah pusat yang akan memberi persetujuan berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW). ”Masalahnya, RTRW sifatnya sangat umum. Sudah ada beberapa contoh izin usaha baru yang dari sisi lokasi sebenarnya tidak pas, tapi diizinkan,” katanya.
Ia menilai, kendala RDTR itu tanggung jawab pemda sekaligus pusat. Dari sisi pemda, penyusunan rancangan RDTR berlarut-larut karena minimnya anggaran untuk melakukan kajian tata ruang. Terkadang penyusunan RDTR juga terhambat kepentingan politik.
Adapun dari sisi pemerintah pusat, persetujuan substansi oleh kementerian kerap memakan waktu lama.