Program di APBN – Terlalu Banyak Program di APBN Transisi, DPR Minta Pemerintah Fokuskan Rencana Kerja. Dewan Perwakilan Rakyat menyoroti banyaknya program dan kebijakan yang alktoto mesti diakomodasi dalam Rancangan APBN 2025 alias APBN Transisi dari rezim Joko Widodo ke Prabowo Subianto. Untuk menata kembali ruang fiskal di RAPBN 2025, DPR pun meminta pemerintah menajamkan kembali belanja prioritasnya tahun depan.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengatakan, penajaman belanja prioritas itu dibutuhkan karena terlalu banyak program prioritas yang perlu diakomodasi dalam RAPBN 2025. Di sisi lain, ruang gerak fiskal pemerintah sudah sangat terbatas, bahkan tidak ada lagi ”kemewahan” untuk menjalankan APBN ke depan.
Selain belanja wajib yang pasti harus dianggarkan, RAPBN 2025 juga perlu mewadahi program lama pemerintahan Jokowi yang akan dilanjutkan serta program baru Prabowo. Sebagai simulasi, dengan target belanja yang sudah disepakati di rentang 14,59-15,18 persen dari produk domestik bruto (PDB), belanja di RAPBN 2025 diasumsikan sebesar Rp 3.500 triliun-3.540 triliun.
Dari jumlah tersebut, Rp 840 triliun akan dialokasikan untuk belanja pegawai, Rp 500 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi, Rp 561 triliun untuk cicilan pembayaran bunga utang pemerintah, dan Rp 900 triliun untuk transfer ke daerah. Artinya, 80 persen dari total APBN tahun depan sudah mesti tersalurkan untuk kebutuhan belanja pokok.
Said mengatakan, ruang gerak fiskal itu kini semakin sempit dengan adanya kebijakan tambahan Prabowo-Gibran, yaitu anggaran makan bergizi gratis yang besaran alokasinya telah disepakati Rp 71 triliun oleh pemerintahan Jokowi dan Prabowo.
”Memang betul-betul tidak ada kemewahan untuk kita dalam APBN yang akan datang. Oleh karena itu, pemerintah perlu fokus memetakan problem pokok dasar kita apa saja dan itu yang kemudian diurai untuk menentukan fokus prioritas ke depan,” kata Said dalam rapat kerja Banggar DPR dengan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Ia khawatir, jika RAPBN 2025 hendak mengakomodasi sekian banyak program prioritas tanpa penajaman, akan banyak target yang nantinya tidak akan tercapai. ”Kenapa kita perlu penajaman? Kalau kita tidak targeted dan tidak fokus, akan berapa banyak turunan dari program prioritas nasional yang tidak tercapai di akhir tahun,” ujar Said.
Koordinasi erat
Dalam konferensi pers gabungan yang digelar pada Senin pagi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi, Thomas Djiwandono, menegaskan bahwa penyusunan RAPBN 2025 sudah melalui koordinasi erat antara pemerintahan lama dan baru.
Selayaknya APBN di masa transisi, RAPBN 2025 disusun oleh pemerintahan Jokowi, tetapi baru akan dijalankan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran yang menjabat mulai Oktober nanti.
Sri Mulyani mengatakan, tim Prabowo-Gibran sudah dilibatkan sejak tahap awal penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) yang menjadi landasan RAPBN 2025. Oleh karena itu, penetapan target asumsi makro, postur fiskal, dan sasaran pembangunan di RAPBN 2025 sudah turut mengakomodasi program-program pemerintahan baru.
Koordinasi rezim Jokowi dan Prabowo itu akan terus dijalin sampai tahap akhir siklus penyusunan anggaran. ”Jadi, tidak adagap antara RAPBN 2025 yang kita susun di bawah Presiden Jokowi dan program prioritas yang ingin serta akan dilaksanakan oleh pemerintahan baru di bawah presiden terpilih Pak Prabowo,” kata Sri Mulyani.
Salah satu keputusan yang sudah diambil oleh pemerintahan Jokowi dan Prabowo adalah besaran alokasi anggaran untuk program makan bergizi gratis di RAPBN 2025 sebesar Rp 71 triliun, yang merupakan program unggulan Prabowo-Gibran.
Angka tersebut lebih kecil dari perkiraan awal tim Prabowo-Gibran bahwa anggaran untuk program makan bergizi gratis (dulu bernama makan siang gratis) akan membutuhkan Rp 100 triliun-Rp 120 triliun untuk pelaksanaan di tahun pertama.
Menurut Sri Mulyani, anggaran untuk program makan bergizi gratis sebesar Rp 71 triliun itu sudah termasuk dalam postur defisit fiskal di RAPBN 2025 yang sebesar 2,29 persen-2,82 persen dari PDB. ”Jadi, angka Rp 71 triliun ini bukan merupakanon top di atas (defisit) itu, tetapi sudah di dalamnya dan nanti akan kita susun saat kita membuat RUU APBN 2025,” ujarnya.
Senada, Thomas Djiwandono mengatakan, timnya sudah berkomunikasi erat dengan Sri Mulyani selama sekitar dua bulan untuk menyusun KEM-PPKF 2025 dan menyinkronkan kebijakan pemerintahan lama dan baru dalam RAPBN 2025.
”Ini suatu proses yang sebetulnya berjalan alami dan sinkron. Kami mengapresiasi pemerintahan sekarang yang sudah mengakomodasi program-program Prabowo-Gibran dalam pembahasan RAPBN 2025, termasuk mengakomodasi rencana anggaran untuk program makanan bergizi,” kata Thomas.