Penyelesaian Klaim Lahan – Blok Masela Tunggu Penyelesaian Klaim Lahan dan Amdal. Pemerintah Provinsi Maluku dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi mengebut megaproyek energi Blok Masela. Pembebasan lahan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar diharapkan cepat selesai agar proyek ”gas abadi” ini segera beroperasi pertengahan 2029.
Tuntutan masyarakat Kabupaten Maluku Barat Daya untuk dimasukkan ke dalam wilayah terdampak dalam dokumen analisis dampak lingkungan (amdal) pun sudah dilakukan pemerintah dan operator. Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak kopislot77 dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menjelaskan, pihaknya tengah menyelesaikan dokumen amdal serta penyediaan lahan untuk pembangunan kilang gas alam cair di Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Wilayah Blok Masela berada di Laut Arafuru, selatan perairan Pulau Yamdena, di antara Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD).
”Bersama Inpex Masela, operator Blok Masela, berharap bisa menemukan solusi atas berbagai tantangan di lapangan. Kami mengharapkan dukungan untuk menyelesaikan klaim tanah. Dengan penyelesaian yang cepat, maka semakin cepat pengembangan proyek ini,” ucapnya dalam keterangan resmi yang diterima di Ambon, Maluku, Jumat (28/6/2024).
SKK Migas kini menunggu surat pertimbangan dari Pemerintah Provinsi Maluku untuk pelepasan kawasan hutan yang diperlukan untuk pembangunan fasilitas. Pemerintah daerah diharapkan menyelesaikan klaim kepemilikan tanah yang menjadi persoalan di area hutan tersebut.
Blok Masela ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional tahun 2017. Kapasitas produksi Blok Masela diprediksi mencapai 9,5 juta metrik ton gas alam cair per tahun, 150 juta standar kaki kubik gas pipa per hari, dan sekitar 35.000 barel kondensat per hari. Pemerintah menargetkan operasionalisasi Blok Masela pada kuartal IV tahun 2029.
Penjabat Gubernur Maluku Sadali Ie menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk mempercepat pengembangan proyek ini. Terkait masalah hutan, pemerintah daerah berjanji untuk memberikan rekomendasi penggunaan lahan. Pihaknya juga akan membantu operator dalam negosiasi dan mediasi secara adil. Sebagai proyek gas terbesar di Indonesia, dukungan dari semua pihak dibutuhkan.
Jika terlaksana, sebanyak 15.000 tenaga kerja diproyeksikan akan terlibat dalam puncak pengerjaan. Untuk itu, infrastruktur pendukung harus memadai. Para operator juga diminta melibatkan pemerintah daerah, khususnya lewat pemberdayaan tenaga lokal sejak dini. Diharapkan proyek ini memberikan manfaat ekonomi nyata yang signifikan bagi masyarakat. Penerimaan daerah pun dinilai akan meningkat jika proyek terlaksana.
”Kami siap mendukung dengan semua kewenangan yang kami miliki. Pemerintah provinsi juga meminta pemerintah kabupaten bekerja untuk mempercepat proyek ini,” ujarnya.
Selain masalah lahan, isu amdal juga jadi perhatian. Selama bertahun-tahun, sejumlah kelompok intelektual dari Kabupaten MBD mendesak operator untuk memasukkan wilayah tersebut sebagai area terdampak pengembangan. Dalam dokumen amdal, hanya Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang menjadi wilayah terdampak.
Organisasi Ikatan Intelektual Maluku Barat Daya (Itamalda) pun meminta operator turun ke Kabupaten MBD untuk amdal ulang. Dalam kajian Itamalda, sebanyak 8 sumur dari 12 sumur gas di Blok Masela berada di perairan MBD sehingga berpotensi terdampak. Perjuangan berbuah manis. Pada akhir 2023, pemerintah dan operator menyetujui usulan ini. Pertengahan Januari 2024, tim melakukan survei rona lingkungan amdal di Pulau Moa, Pulau Letti, Pulau Luang, Pulau Babar, dan Pulau Letti, MBD.
Dalam keterangan terpisah, Bupati MBD Benyamin Noach menjelaskan, dokumen amdal Blok Masela sejatinya sudah selesai dibahas. Namun, dengan perjuangan masyarakat dan akademisi asal MBD, SKK Migas dan operator setuju memasukkan MBD sebagai wilayah terdampak. Kabupaten MBD dinilai menjadi salah satu kabupaten penghasil yang akan secara langsung merasakan dampak pengembangan lapangan gas abadi ini.
Kegiatan survei lingkungan yang dilakukan meliputi pengambilan sampel air laut, plankton, air sumur, dan air sungai. Selain itu, ada pula pengamatan flora-fauna pesisir, pengukuran arus, serta komponen sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
”Pasti ada yang dirasakan masyarakat. Tidak hanya dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya, tetapi juga ikan, laut, tanah, dan air. Lingkungan secara keseluruhan bisa terdampak,” ujarnya.