Perekonomian Diperkirakan Membaik – Perekonomian Diperkirakan Membaik pada Semester II-2024. Pertumbuhan ekonomi dinilai melambat sepanjang paruh pertama 2024, terutama pada triwulan kedua, saat arus investasi di pasar modal tertekan. Ekonomi di paruh kedua 2024 diprediksi lebih baik.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Agus Herta Sumarto memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2024 sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan I-2024.
”Hal ini terjadi karena pada triwulan I-2024 pertumbuhan ekonomi kita terbantu oleh pelaksanaan sakaw39 pemilu, baik pemilihan presiden (pilpres) maupun pemilihan anggota legislatif (pileg). Pada triwulan II-2024 efek pemilu sudah hilang sehingga aktivitas perekonomian sudah kembali seperti semula dengan berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi,” ujarnya saat dihubungi, Senin (1/7/2024).
Tantangan yang dihadapi pada triwulan II-2024, antara lain, adalah inflasi inti yang masih rendah, menunjukkan bahwa daya beli masyarakat mengalami penurunan. Di sisi lain, lanjut Agus, inflasi yang berasal dari volatile food atau harga pangan bergejolak masih tinggi sehingga masyarakat harus menerima dua beban sekaligus.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi inti pada Mei 2024 tercatat 0,17 persen secara bulanan, lebih rendah daripada inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,29 persen. Inflasi harga pangan bergejolak pada Mei 2024 memang menurun dibandingkan dengan level pada April 2024, yakni menjadi 8,14 persen dari 9,63 persen, tetapi relatif masih cukup tinggi.
Tantangan lain adalah efek suku bunga tinggi yang masih membayangi kinerja di sektor industri dan perdagangan. Situasi ini, Agus menilai, membuat lembaga perbankan lebih memilih menurunkan margin keuntungan di samping melakukan efisiensi biaya di internal korporasi.
”Kinerja pasar modal juga sepertinya tidak akan mengalami perubahan signifikan. Stagnannya daya beli masyarakat menyebabkan pemain pasar modal tidak berubah, itu-itu saja, dan mereka saat ini masih sangat hati-hati dalam menanamkan modalnya,” ujarnya.
Kondisi ini terlihat dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok hingga 6 persen lebih dari awal tahun ke level di bawah 6.000 selama kurang lebih sepekan di minggu ketiga Juni. Koreksi ini berkaitan dengan keluarnya investor asing dari pasar saham di pasar reguler dan negosiasi sekitar Rp 10 triliun.
Bank Dunia, melalui Laporan Prospek Ekonomi Indonesia Juni 2024, juga menilai bahwa kenaikan harga pangan mengangkat inflasi utama hingga triwulan II-2024. Kondisi iklim yang buruk mengurangi panen beras dalam negeri dan memengaruhi harga pangan secara lebih luas. Inflasi utama diperkirakan akan mencapai rata-rata sekitar 3 persen pada tahun 2024.
Penundaan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral di negara maju juga memicu arus keluar portofolio dan investasi lain yang signifikan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini juga menyebabkan mata uang di Indonesia melemah hingga menyentuh level Rp 16.400 per dollar AS.
Meski demikian, Bank Dunia memproyeksikan, pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia diperkirakan mencapai rata-rata 5,1 persen per tahun dari tahun 2024 hingga 2026. Ini dimungkinkan meskipun masih adanya hambatan berupa turunnya harga komoditas dan meningkatnya ketidakpastian geopolitik.
”Kinerja ekonomi Indonesia yang sukses sebagian besar berkat kerangka kebijakan ekonomi makro pemerintah yang kuat, yang membantu menarik investasi. Penting untuk mempertahankan kebijakan makro yang bijaksana, kredibel, dan transparan, sekaligus menciptakan ruang fiskal yang memungkinkan pengeluaran prioritas untuk perlindungan sosial dan investasi dalam sumber daya manusia dan infrastruktur,” kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Carolyn Turk dalam keterangan pers, Senin (24/6/2024).
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy, kepada wartawan, Minggu (30/6/2024), memaparkan, perbaikan ekonomi mulai terasa di pasar modal dengan membaliknya pergerakan IHSG ke arah positif sejak akhir Juni lalu. Per 28 Juni 2024, transaksi cukup meningkat menjadi Rp 19,5 triliun dengan dengan IHSG mencatatkan kenaikan ke posisi 7.063.
”Kami cukup optimistis dengan performa pasar modal di semester kedua. Sebab, jika dilihat dari PER Market, masih cukup undervalue dibandingkan dengan bursa regional lainnya,” kata Irvan.
Di tengah situasi ekonomi yang bergejolak, investor pasar modal yang kini menembus jumlah 13 juta entitas dinilai masih percaya berinvestasi. Untuk menggairahkan minat berinvestasi dan bertransaksi, Bursa Efek Indonesia berencana menambah produk alternatif investasi, termasuk single stock futures dan short selling yang akan diluncurkan di bulan-bulan mendatang.