Perpustakaan di Jakarta – Salah satu inovasi yang menarik banyak kalangan adalah keberadaan perpustakaan yang buka hingga tengah malam
mungkin sampai pukul 10 atau 11. Kami akan segera melaksanakannya karena ini bagian dari upaya memberikan pendidikan dan kesempatan kepada anak-anak yang membutuhkan impian789 ,” kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, Jumat (2/5/2025).
Biasanya perpustakaan buka hingga pukul 17.00 WIB saat hari kerja, kemudian sampai pukul 20.00 WIB pada akhir pekan.
Dilansir dari laman resmi Pemprov DKI Jakarta, hingga akhir tahun 2023 terdapat 2 perpustakaan umum daerah, 213 taman bacaan masyarakat, 11 perpustakaan rumah susun, 6 kantor perpustakaan dan arsip/kabupaten, 4 perpustakaan lembaga pemasyarakatan, 12.766 judul buku digital, dan sejumlah perpustakaan swasta lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta per 2024, Pemprov DKI Jakarta mengelola 646 perpustakaan. Jumlah itu belum termasuk perpustakaan swasta.
Wajah perpustakaan di Jakarta mulai berubah lebih menarik. Misalnya saja di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Keadaannya berbeda 180 derajat setelah revitalisasi dan peresmian kembali pada 7 Juli 2022.
Dari semula hanya ramai saat akhir pekan dengan jumlah pengunjung 300 orang, setelah revitalisasi, perpustakaan ini dipadati pengunjung. Perpustakaan tumbuh menjadi ruang ketiga, tempat destinasi warga untuk ragam aktivitas, seperti belajar, berkarya, dan bertumbuh.
Rerata pengunjung harian, Senin-Kamis, sebanyak 980 orang, sementara pada akhir pekan, Jumat-Minggu, mencapai 2.230 orang (Kompas, 21/10/2023).
Jumlah tersebut dua kali lipat dari daya tampung perpustakaan. Daya tampungnya 450 orang dengan dukungan 250 kursi baca dan 120 di aula.
Sama halnya dengan Taman Literasi Martha Christina Tiahahu di Jakarta Selatan. Perpustakaan menjadi salah satu daya tarik.
Rata-rata pengunjung di hari kerja sekitar 100 orang, sementara saat akhir pekan bisa lebih dari 300 orang (Kompas, 25/4/2023).
Meski begitu, koleksi yang dilengkapi harus mempertimbangkan kategori demografis penduduk, mulai dari usia dini hingga warga lansia. Tujuannya agar semua kategori usia dapat datang ke perpustakaan.
Perpustakaan bukan sekadar tempat meminjam buku, melainkan juga ruang pertemuan atau sosialisasi warga kota. Fasilitas penunjang perpustakaan harus dibuat senyaman mungkin, seperti ruang-ruang pertemuan, toilet, kantin, dan lainnya, juga harus disediakan sesuai dengan masa perpanjangan waktu,” ucap anggota Dewan Pakar Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) itu.
Pemerintah juga wajib menyediakan fasilitas untuk kelompok warga disabilitas dan warga lansia agar kian mudah mengakses layanan perpustakaan, di samping juga memenuhi aspek keamanan, seperti penerangan dan petugas keamanan yang memadai demi keselamatan warga kota.
Selain itu, sosialisasinya mesti masif sehingga banyak warga memanfaatkan perpustakaan.
Tak kalah penting ialah perpustakaan lebih dekat dengan warga. Minimal perpustakaan hadir di kelurahan dan bisa diakses oleh warga. Membaca merupakan bagian dari kebudayaan yang harus dibangun secara struktural oleh pemerintah,” ucap Anggi.
Di tengah kesibukan hidup urban yang padat dan tak jarang tidak mengenal waktu, kehadiran perpustakaan malam ini menjadi oase literasi bagi warga yang haus ilmu, namun terbatasi oleh waktu kerja dan aktivitas harian.
Latar Belakang Perpustakaan Malam
Gagasan untuk membuka perpustakaan hingga tengah malam muncul dari kebutuhan masyarakat perkotaan yang semakin kompleks. Banyak warga Jakarta, terutama pekerja kantoran, mahasiswa, hingga pegiat literasi, yang merasa jam operasional perpustakaan konvensional terlalu singkat. Biasanya, perpustakaan umum hanya buka dari pukul 08.00 hingga 17.00 WIB, dan ini menjadi kendala bagi mereka yang tidak bisa mengakses fasilitas tersebut di waktu kerja.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta, menyadari pentingnya akses literasi yang lebih luas, meluncurkan program uji coba “Perpustakaan Malam Jakarta” pada tahun 2024. Program ini menyasar dua lokasi utama: Perpustakaan Jakarta di Taman Ismail Marzuki (TIM) dan Perpustakaan Umum Daerah Cikini, yang kini buka hingga pukul 24.00 WIB.
Fasilitas dan Layanan
Perpustakaan malam ini tidak sekadar memperpanjang jam operasional, namun juga menawarkan fasilitas yang mendukung kenyamanan pengguna. Beberapa di antaranya:
Ruang baca yang nyaman dan tenang: Dengan desain interior modern dan pencahayaan yang ramah mata, pengunjung dapat membaca atau belajar dalam suasana kondusif.
Akses internet gratis (Wi-Fi): Sangat membantu mahasiswa dan peneliti yang ingin bekerja secara daring di malam hari.
Koleksi buku yang beragam: Mulai dari literatur klasik, buku akademik, novel fiksi, hingga referensi digital dan multimedia.
Kafe literasi: Menyediakan minuman dan makanan ringan agar pengunjung tetap nyaman meski berada di perpustakaan hingga larut malam.
Layanan pustakawan aktif malam hari: Pengunjung tetap dapat berkonsultasi, meminjam, atau mengembalikan buku meski sudah malam.
Tidak hanya itu, beberapa perpustakaan juga menyediakan ruang diskusi kelompok, area podcast atau rekaman audio, hingga acara komunitas malam seperti bedah buku, poetry reading, dan diskusi film dokumenter.
Respon Masyarakat
Respons masyarakat terhadap perpustakaan yang buka hingga tengah malam ini sangat positif. Banyak pengunjung mengaku merasa lebih leluasa mengakses perpustakaan karena tidak terbatas waktu kerja. Salah satu mahasiswa Universitas Indonesia, Dimas (23), mengatakan, “Saya sering kesulitan cari tempat belajar yang tenang saat malam. Perpustakaan ini jadi tempat ideal, karena tenang, nyaman, dan fasilitasnya lengkap.”
Ibu Ani (38), seorang pekerja kantoran yang rutin mengunjungi Perpustakaan Jakarta setelah pulang kerja, mengungkapkan, Biasanya saya hanya bisa baca buku digital karena perpustakaan sudah tutup. Sekarang saya bisa menikmati suasana membaca seperti dulu lagi, dengan aroma buku fisik yang khas.”
Tantangan dan Keamanan
Tentu saja, operasional hingga tengah malam tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu yang paling krusial adalah keamanan. Dinas Perpustakaan bekerja sama dengan Satpol PP dan aparat kepolisian untuk memastikan keamanan lingkungan sekitar perpustakaan, terutama akses keluar-masuk pengunjung saat larut malam.
Selain itu, pengelolaan sumber daya manusia juga menjadi tantangan tersendiri. Petugas perpustakaan harus bekerja dalam sistem shift malam, dan ini memerlukan perencanaan serta insentif yang adil agar pelayanan tetap maksimal.
Meski demikian, hingga kini belum ada laporan signifikan terkait gangguan keamanan di lokasi perpustakaan malam. Justru, kehadiran aktivitas hingga larut malam di sekitar kawasan perpustakaan dianggap membantu mengurangi area yang sebelumnya gelap dan sepi, seperti yang disampaikan oleh warga sekitar Cikini.
Dampak Sosial dan Budaya
Lebih dari sekadar tempat membaca, perpustakaan malam di Jakarta membawa dampak sosial dan budaya yang signifikan. Ia menjadi simbol perlawanan terhadap budaya konsumtif malam hari yang biasanya didominasi oleh pusat perbelanjaan dan hiburan. Kini, warga punya alternatif sehat dan edukatif untuk mengisi waktu malam mereka.
Inisiatif ini juga mendorong lahirnya berbagai komunitas literasi malam hari. Komunitas seperti “Midnight Readers Jakarta” dan BacaSampaiSubuh” adalah contoh nyata dari tumbuhnya semangat kolektif mencintai literasi di kalangan anak muda.
Selain itu, program ini juga menyentuh aspek inklusi. Banyak pekerja informal seperti pengemudi ojek daring, pedagang kecil, atau buruh harian yang memanfaatkan waktu istirahat malam mereka untuk membaca atau sekadar bersantai sambil menikmati suasana perpustakaan.
Harapan ke Depan
Keberhasilan perpustakaan malam di Jakarta membuka peluang bagi pengembangan layanan serupa di kota-kota lain di Indonesia. Beberapa daerah seperti Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya bahkan sudah menyatakan minat untuk mengadopsi konsep ini.
Dinas Perpustakaan DKI Jakarta sendiri berharap bisa menambah lebih banyak lokasi perpustakaan malam, terutama di wilayah padat penduduk seperti Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Mereka juga sedang menjajaki kemungkinan kolaborasi dengan perpustakaan kampus dan komunitas agar lebih banyak titik akses literasi malam bisa terwujud.
Penutup
Perpustakaan yang buka hingga tengah malam adalah bukti bahwa literasi dapat beradaptasi dengan dinamika masyarakat urban. Di tengah kehidupan Jakarta yang penuh hiruk-pikuk, hadirnya ruang tenang untuk berpikir, belajar, dan merenung menjadi kebutuhan yang tak kalah penting dari kebutuhan fisik lainnya. Dengan pendekatan inklusif, aman, dan inovatif, perpustakaan malam di Jakarta membuktikan bahwa kota besar tetap bisa memberi ruang bagi pertumbuhan intelektual dan spiritual warganya bahkan hingga larut malam.