Di bawah hiruk-pikuk Paris yang modern, tersembunyi jaringan lorong sepanjang lebih dari 190 kilometer yang dikenal sebagai Les Catacombes de Paris. Awalnya, terowongan ini adalah bekas tambang batu kapur yang mulai digali sejak era Romawi dan berkembang pesat pada abad ke-12 hingga ke-18, menjadi fondasi fisik bagi banyak bangunan ikonik di atasnya. Namun, perubahan besar terjadi pada akhir abad ke-18, ketika Paris menghadapi krisis kesehatan akut akibat pemakaman yang penuh sesak dan membusuk di tengah kota.
Pada 1780, tragedi menimpa kawasan pemakaman Les Innocents: tembok ruang bawah tanah runtuh karena beratnya kuburan massal, menebarkan bau busuk dan memicu penyebaran penyakit. Pemerintah kota akhirnya melarang pemakaman di dalam kota dan memutuskan untuk memindahkan jutaan jenazah ke bekas tambang di bawah tanah.
“Pemindahan tulang belulang dilakukan pada malam hari, selama hampir dua belas tahun, untuk menghindari kegemparan publik dan protes gereja. Proses ini menjadi salah satu operasi pemakaman massal terbesar dalam sejarah Eropa,” tulis National Geographic.
Proses Pemindahan dan Penataan: Dari Kekacauan Menuju Simbol Kehormatan
Antara 1786 hingga 1860, lebih dari enam juta jasad dipindahkan dari 17 pemakaman, 160 gereja, dan 145 biara ke dalam lorong-lorong bawah tanah ini. Awalnya, tulang-tulang hanya ditumpuk secara acak. Namun, sejak 1810, Inspektur Jenderal Tambang, Louis-Étienne Héricart de Thury, mengubah lorong-lorong ini menjadi ruang penghormatan: tengkorak dan tulang paha disusun membentuk dinding, pilar, dan ornamen berestetika tinggi yang kini menjadi ciri khas Catacombes.
Salah satu bagian paling terkenal adalah ‘Barrel’ di Rotunda of the Tibias, pilar yang dikelilingi dinding tengkorak dan tulang paha, simbol kekuatan manusia bahkan dalam kematian. Di beberapa bagian, pengunjung akan menemukan kutipan filsafat tentang kefanaan hidup, seperti “Arrête! C’est ici l’empire de la mort” (“Berhenti! Inilah kerajaan kematian”).
Catacombes Sebagai Cermin Sejarah: Dari Revolusi hingga Wisata Modern
Catacombes bukan sekadar kuburan massal; lorong-lorong ini menjadi saksi bisu sejarah Paris, dari Revolusi Prancis hingga epidemi dan perubahan sosial besar. Di sini, sisa-sisa tokoh penting seperti Nicolas Fouquet, Colbert, Rabelais, Racine, hingga korban guillotine era Reign of Terror turut bersemayam, meski identitas mereka kini menyatu dengan jutaan lainnya.
Sejak 1809, Catacombes dibuka untuk publik dan langsung menjadi daya tarik wisata. Napoleon III, Victor Hugo, Charles Baudelaire, hingga Jim Morrison pernah menelusuri lorong-lorong sunyi ini. Kini, sekitar 300.000 pengunjung per tahun menelusuri 1,5 km lorong resmi, menuruni 130 anak tangga ke kedalaman 20 meter, lalu naik kembali 112 anak tangga ke permukaan.
Studi Ilmiah: Catacombes Sebagai Laboratorium Kesehatan Masyarakat
Catacombes bukan hanya tempat wisata, tetapi juga laboratorium sejarah dan kesehatan masyarakat. Penelitian paleopatologi terbaru menemukan jejak penyakit seperti lepra, sifilis, dan tuberkulosis pada kerangka yang ditemukan di sini. Studi pada 2020 menemukan sekitar 0,5% tengkorak menunjukkan tanda-tanda lepra, memberikan gambaran tentang prevalensi penyakit ini di Paris antara abad ke-15 hingga ke-18. Analisis lanjutan pada tulang juga mengungkap pola makan, tingkat stres, dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Paris masa lalu.
“Analisis ossemen memberikan data tentang kesehatan para almarhum dan sifat epidemi yang melanda, seperti wabah atau sifilis,” jelas laporan resmi Catacombes.
Tantangan Konservasi dan Restorasi Besar-besaran
Hampir 250 tahun sejak berdiri, Catacombes menghadapi tantangan serius: kelembaban, kerusakan lantai akibat lalu lintas pengunjung, dan sistem pencahayaan yang usang mengancam kelestarian situs ini. Sejak 2023, pemerintah Paris meluncurkan proyek restorasi besar hingga 2026, meliputi perbaikan struktur, modernisasi fasilitas, hingga penambahan narasi sejarah dan teknologi interaktif bagi pengunjung. Salah satu bagian yang diperbarui adalah Hague des Martyrs de Septembre, memorial bagi korban pembantaian politik September 1792.
“Pekerjaan ini akan dilakukan dengan dua tujuan: memastikan konservasi yang lebih baik dari sisa-sisa peninggalan dan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung berkat narasi sejarah baru yang menyoroti seluruh sejarah situs,” tegas Pemerintah Kota Paris.
Fenomena Urban: Antara Legenda, Seni, dan Subkultur
Catacombes juga menjadi sumber inspirasi seni dan subkultur urban. Dinding-dindingnya dihiasi seni tulang, kutipan sastra, dan bahkan menjadi lokasi konser bawah tanah rahasia di masa lalu. Namun, kompleksitas lorong membuat banyak orang tersesat; kasus paling terkenal adalah Philibert Aspairt, penjaga pintu yang tersesat dan baru ditemukan jasadnya sebelas tahun kemudian, hanya beberapa meter dari pintu keluar.
Kesimpulan: Catacombes sebagai Refleksi Eksistensial Paris
Les Catacombes de Paris adalah warisan abadi: monumen tentang bagaimana masyarakat menghadapi krisis, beradaptasi, dan menghormati masa lalu. Di balik keheningan lorong-lorongnya, Catacombes menyimpan pelajaran tentang kefanaan, sejarah, dan identitas kolektif Paris. Seperti diungkapkan dalam panel narasi terbarunya, “Catacombes adalah tempat di mana masa lalu dan masa kini bertemu, mengingatkan kita akan keterbatasan hidup dan pentingnya menghormati sejarah.”
Dengan restorasi besar-besaran yang sedang berlangsung, Catacombes bukan hanya akan bertahan sebagai objek wisata, tetapi juga sebagai laboratorium sejarah dan kemanusiaan terbesar di dunia, tempat kita belajar dari kematian untuk memahami kehidupan.