Perampingan Status Bandara Diyakini Dorong Konektivitas Domestik -Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (KemePencabutan status internasional 17 bandara diyakini tak mengganggu industri ekonomi dan kreatif. Keputusan ini dinilai mendorong polahub dan penyangga konektivitas dalam negeri.nparekraf) menyatakan mendukung pencabutan status internasional 17 bandara di Tanah Air yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional dan Keputusan Menhub Nomor KM 33 Tahun 2024 tentang Tatanan Bandar Udara Nasional.
”Mengapa mereka (Kemenhub) menutup sejumlah bandara karena tak semua negara juga membuka seluruh topgaming77 bandaranya. Ini tentu dengan pertimbangan yang sudah dipikirkan matang-matang dan juga, menurut saya, ini mungkin lebih mudah untuk mengontrolnya,” tutur Adyatama Kepariwisataaan Kemenparekraf Nia Niscaya di Jakarta, Senin (29/4/2024).
Ia meyakini, keputusan pencabutan status internasional belasan bandara ini telah melewati banyak pertimbangan. Hal ini diharapkan tak banyak berpengaruh pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia. Pergerakan wisatawan Nusantara justru dapat lebih mudah dan terakomodasi.
”Karena pergerakan wisatawan Nusantara sangat didominasi perjalanan darat dan di Pulau Jawa,” ujar Nia. Sejauh ini data Kemenhub menunjukkan, bandara tersibuk tetap dipegang Bandara Soekarno-Hatta (Banten) dan Bandara I Gusti Ngurah Rai (Bali).
Selain Bandara Soekarno-Hatta dan I Gusti Ngurah Rai, bandara yang rutin melakukan penerbangan internasional adalah Juanda (Jawa Timur), Sultan Hasanuddin (Sulawesi Selatan), dan Kualanamu (Sumatera Utara).
Sesuai data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, sepanjang 2015-2021 ada 34 bandara internasional yang dibuka di Tanah Air untuk melayani penerbangan niaga berjadwal luar negeri dari dan ke banyak negara.
PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) sebagai holding aviasi dan pariwisata juga mendukung keputusan Kemenhub itu. Direktur Utama InJourney Airports Faik Fahmi menilai, keputusan Menhub mendorong pertumbuhan pariwisata dan ekonomi melalui pengelolaan ekosistem aviasi yang lebih baik. Sebelum diterbitkan KM No 31/2024, terdapat 31 bandara di naungannya berstatus internasional.
”Faktanya, banyak sekali bandara berstatus internasional. Namun, sudah lama tak ada penerbangan internasional atau ada penerbangan internasional tapi hanya 2-3 kali seminggu. Ini menjadi tak efisien,” kata Faik.
Selain itu, banyak fasilitas terminal internasional sesuai standar regulasi dimanfaatkan secara terbatas. Sebagian di antaranya bahkan menganggur terlalu lama, antara lain, fasilitas sinar X dan ruang tunggu terminal.
Penggabungan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II menjadi InJourney Airports menjadi salah satu bagian transformasi bandara. Pihaknya akan menerapkan pola regionalisasi pada 37 bandara yang dikelola.
Konsep regionalisasi akan membagi bandara menjadi bandara hubdan spoke atau penyangga. Pola ini dianggap membangun konektivitas yang baik dari bandara hub ke seluruh wilayah Indonesia.
”Pola seperti ini best practice di industri aviasi global dan sudah berlaku umum di banyak negara yang terbukti lebih efektif,” kata Faik.
Hal senada disampaikan Ketua Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja. Pola hub dan penyangga akan mendorong pemerataan pembangunan pada kota kecil hingga besar.
”Dengan pola hub and spoke, bandara di kota kecil akan hidup dan menjadi penyangga bagi bandara di kota lebih besar (sub hub). Lalu bandara sub hub akan menjadi penyangga bandara hub yang kemudian menghubungkan penerbangan ke luar negeri sebagai bandara internasional,” tutur Denon.
Harapannya, pola ini dapat menghidupkan seluruh bandara. Konektivitas juga terbangun, begitu pula dengan pembangunan yang merata. Bisnis penerbangan nasional akan lebih meningkat, lebih efektif, dan lebih efisien sehingga mampu meningkatkan pelayanan penumpang.
Menurut Denon, penerbangan internasional yang lebih banyak dapat menghambat pertumbuhan konektivitas nasional. Sebab, frekuensi perjalanan ke luar negeri lebih tinggi ketimbang domestik.
”Penerbangan point to point selama ini juga lebih menguntungkan maskapai luar negeri, di mana mereka sebenarnya juga menggunakan pola hub and spoke di negaranya. (Mereka) hanya mengambil penumpang di Indonesia sebagai pasar, tetapi tak menimbulkan konektivitas nasional,” kata Denon.
Meski banyak pihak mendukung langkah Kemenhub, penolakan disuarakan pemerintah daerah (pemda). Salah satunya Penjabat Gubernur Kalimantan Barat Harisson yang menyayangkan pencabutan status internasional Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat.