Pelajaran di Balik Lonjakan Tagihan Bea Cukai – Dalam beberapa pekan terakhir, langkah pemerintah dalam menegakkan aturan pungutan bea masuk menjadi sorotan masyarakat, utamanya di media sosial. Minimnya pemahaman terkait regulasi yang ada sempat membuat publik menganggap aturan kepabeanan di Indonesia terlalu ruwet, menyulitkan, bahkan merugikan masyarakat.
Saat ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah meluruskan informasi sekaligus menyelesaikan seluruh persoalan dengan pihak-pihak yang sempat merasa dirugikan. Kendati begitu, otoritas kepabeanan masih punya venetian89 pekerjaan rumah besar untuk melakukan sosialisasi regulasi secara masif untuk menghindari miskomunikasi serupa di masa mendatang.
Kompas mencatat, terdapat beberapa kasus yang memicu reaksi publik, salah satunya ketika seorang pengguna media sosial Tiktok bernama Radhika Althaf membeli sepatu seharga Rp 10,3 juta, dan dikenakan tagihan pajak berikut sanksi administratif sebesar Rp 31,8 juta.
Pada kasus lain, seorang pembuat konten mainan, Medy Renaldy, juga mengeluhkan pungutan bea cukai dan proses penanganan oleh perusahaan jasa titipan (PJT) terkait mainan karakter robot Megatron dalam serial Transformers yang akan ia ulas.
Kasus yang mungkin paling banyak menyita perhatian masyarakat adalah soal hibah alat pembelajaran sekolah luar biasa (SLB) untuk tunanetra yang tertahan di gudang perusahaan jasa titipan (PJT) selama lebih dari setahun akibat penerima tak sanggup membayar tagihan tarif bea masuk yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
Ketiga kasus tersebut adalah sama-sama melibatkan perusahaan jasa titipan DHL Indonesia. Ini membuat perusahaan penyedia jasa ekspedisi global yang berkantor pusat di Jerman tersebut turut mendapatkan sorotan.
Di sela kunjungannya ke gudang DHL Express Jakarta Distribution Center di Tangerang, Banten, Senin (29/4/2024), Staf khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi, Yustinus Prastowo, menjelaskan, adanya tagihan sebesar Rp 31,8 juta yang sempat viral di media sosial bukan tanpa sebab. Angka tersebut muncul lantaran ketidakpatuhan pengimpor dalam melaporkan nilai barang yang ia datangkan ke Indonesia.
Menurut dia, nilai atau harga dari sepatu yang disertakan oleh jasa pengiriman adalah sebesar 35,37 dollar AS atau sekitar Rp 562.736. Namun, setelah dicek, nilai pabeannya semestinya sebesar 553,61 dollar AS (sekitar Rp 8,8 juta). ”Bahkan, setelah dikonfirmasi shippers negara asal, harga sepatu mencapai Rp 11 juta,” ujarnya.
Berdasarkan harga sebenarnya, rincian bea masuk dan pajak impor atas produk sepatu tersebut adalah bea masuk 30 persen Rp 2.643.000, PPN 11 persen Rp 1.259.544, dan PPh Impor 20 persen Rp 2.290.000, dan sanksi administrasi Rp 24.736.000.
”Pemberian denda ini kan untuk menghargai yang patuh. Jangan sampai masyarakat ikutan enggak patuh, demi apresiasi yang patuh, maka yang tidak patuh diberi denda, agar lebih adil,” ujarnya.
Senior Technical Advisor DHL Express Indonesia, Ahmad Mohamad, menyebutkan, saat ini sepatu yang dimaksud sudah diterima oleh importir individu di kawasan Bandung, Jawa Barat. Ia memastikan, besaran pajak sudah dibayarkan sesuai valuasi yang baru.
”Namun, terkait penalti (denda), ini masih didiskusikan. DHL selalu membayar dulu semua tagihan (kepabeanan), setelah itu baru kami tagih kepada konsumen. Kami berkomitmen mengikuti SOP dari Bea Cukai dan nggak akan lari dari itu,” ujar Ahmad.
Dalam kasus mainan robot Megatron, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, menjelaskan mainan tersebut sempat tertahan di PJT karena Bea Cukai karena harga mainan sempat dianggap tidak sesuai ketentuan. Bea Cukai pada awalnya menyebut nilai mainan Megatron yang dikirim mencapai 1.699 dollar AS, hampir dua kali lipat dari deklarasi yang dibuat importir sebesar 899 dollar AS.
Askolani menyebut mainan tersebut tergolong baru dan belum memiliki referensi harganya sehingga diperlukan waktu untuk melakukan verifikasi harga. Pada akhirnya, Bea Cukai menyepakati bahwa rujukan nilai mainan tersebut ditetapkan sesuai deklarasi dari importir di kisaran 800 dollar AS.