RI Berburu Investor China – RI Berburu Investor China, Kebijakan Terkait Impor Bahan Baku Kerap Dikeluhkan.
Upaya pemerintah menarik investor China ke sejumlah sektor strategis baru terbentur kendala berupa kebijakan pembatasan impor bahan baku yang dinilai mempersulit industri. Reformasi topgaming77 secara terukur di sektor perdagangan diperlukan untuk menarik lebih banyak investasi dan mengembangkan sumber-sumber pertumbuhan alternatif.
Deputi Sekretaris Jenderal Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Komite Tiongkok Rahmad Widjaja Sakti, Selasa (14/5/2024), mengatakan, salah satu isu yang kerap dikeluhkan investor asal China adalah kebijakan larangan terbatas terhadap sejumlah bahan baku dan komponen industri strategis.
Kebijakan larangan terbatas itu sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Tujuan kebijakan itu untuk menekan laju importasi produk ilegal dan mendorong pemanfaatan bahan baku dari dalam negeri, tetapi justru berpotensi mengganggu rantai pasok produksi di sejumlah industri.
Baru-baru ini, pemerintah telah merevisi Permendag No 36/2023 menjadi Permendag No 3/2024. Namun, sejumlah komoditas, seperti kabel serat optik impor yang krusial bagi industri elektronik, masih terkena lartas. Sementara ketersediaan bahan baku di dalam negeri sangat minim karena pabrik semikonduktor nasional masih terbatas.
Menurut Rahmad, kebijakan itu bisa menjadi bumerang yang menghambat upaya pemerintah dalam mencari sumber-sumber pertumbuhan baru, seperti ekonomi digital, yang notabene sangat bergantung pada kemajuan industri elektronik dalam negeri.
”Kami berdiskusi dengan Kadin China dan masukannya bagaimana agar pengusaha tidak dipersulit untuk mengimpor bahan baku. Apalagi, komoditas tertentu, seperti serat optik, itu, kan, belum bisa semua diproduksi oleh pabrik dalam negeri,” kata Rahmad di sela acara seminar ”Indonesia-China Investment Promotion” yang digelar Kementerian Investasi di Jakarta.
Acara tersebut mempertemukan pemangku kepentingan dari China Chamber of Commerce alias Kadin China, Kadin Indonesia, serta 27 perusahaan asal ”Negeri Tirai Bambu”. Hadir pula perwakilan pemerintah dari kedua negara, seperti Kementerian Investasi dan Kementerian Perdagangan China atau Ministry of Commerce of China.
Rahmad mengatakan, Kadin Indonesia saat ini sedang aktif melobi pemerintah agar bisa mengkaji ulang penerapan lartas bagi sejumlah komoditas bahan baku industri elektronik. Total ada 78 produk HS elektronik yang masih dikenai lartas.
”Kita pun sebenarnya mau (pakai) produksi di sini, tetapi untuk sekarang kita butuh balance dulu. Yang penting dicek ulang, kalau industri itu memang menyerap tenaga kerja, patuh membayar pajak, rajin melapor ke sistem pemerintah, jangan malah dipersulit untuk kuota impor bahan bakunya,” katanya.
Menurut dia, jika pemerintah khawatir terjadi importasi ilegal dan penjualan ulang bahan baku, yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan, bukan pelarangan impor yang dipukul merata ke semua perusahaan.
”Lihat saja kapasitas industrinya. Kalau kapasitas produksinya hanya 1.000 ton, tetapi diaapply kuota impor 1 juta ton, jangan dikasih. Jadi, pengawasannya yang diperkuat, tetapi jangan persulit industri nasional bertumbuh,” ujarnya.
Direktur Jenderal Departemen Asian Affairs dari Ministry of Commerce of China Wang Liping mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir ini, investor China sebenarnya semakin antusias untuk berinvestasi di Indonesia. Namun, mereka sering kali masih mengalami kesulitan saat berhadapan dengan kebijakan investasi lokal.
Menurut dia, meski belakangan ini kebijakan dan iklim berinvestasi di Indonesia sudah jauh membaik, sejumlah perbaikan tetap diperlukan untuk meningkatkan kerja sama antara Indonesia dan China.
”Kebijakan dan iklim berinvestasi yang baik adalah kunci untuk menarik investasi. Kerja sama investasi itu juga semestinya mengikuti kebutuhan industri agar lebih banyak kerja sama baru yang bisa dijalin ke depan, seperti di industri otomotif dan kesehatan,” kata Liping.
Indonesia memang sangat tergantung pada investasi langsung dari China. Selama lima tahun terakhir, China masuk dalam peringkat lima besar investor utama RI. Kementerian Investasi mencatat, akumulasi nilai investasi China di Indonesia telah mencapai 30,2 miliar dollar AS sejak tahun 2019 hingga triwulan I tahun 2024.
Selama periode itu, tercatat ada 21.022 proyek kerja sama antara Indonesia dan China, yang paling banyak terserap di sektor industri pengolahan tambang, transportasi dan pergudangan; listrik, gas, dan air; kimia dan farmasi; serta properti dan perkantoran.