BEI Luncurkan Short Selling – BEI Akan Luncurkan ”Short Selling” di Oktober 2024. Bursa Efek Indonesia berencana memberlakukan fasilitas transaksi derivatif saham, short selling, pada Oktober 2024. Produk ini diharapkan meningkatkan likuiditas di pasar dan menjadi instrumen lindung nilai saham.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy, dalam keterangannya kepada wartawan, menyampaikan bahwa rencana ini mengikuti masa transisi pemberlakuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek bagi Nasabah dan Transaski Short Selling oleh https://www.sunstaroptical.com/ Perusahaan Efek.
”Saat ini masih tahap pembahasan peraturan bursa dengan OJK dan pengembangan sistem dan kesiapan anggota bursa yang berminat untuk menjadi anggota bursa pelaku short selling,” kata Irvan, Senin (24/6/2024).
Short selling adalah transaksi penjualan efek di mana efek yang dimaksud tidak dimiliki penjual pada saat transaksi dilaksanakan. Mekanisme transaksi ini disebut jual kosong karena transaksi dilakukan tanpa ketersediaan efek, tetapi meminjam dari sekuritas.
Investor akan meminjam saham kepada anggota bursa (AB), yakni sekuritas, untuk dijual ke investor lagi dengan nilai lebih tinggi, kemudian mengembalikannya ketika berhasil menjual saham di harga tinggi ke investor lain. Investor akan mendapatkan keuntungan ketika harga saham yang telah dijual turun sesuai harapan atau prediksi.
Irvan mengatakan, tujuan penerapan short selling adalah untuk meningkatkan likuiditas, pembentukan harga, serta sebagai bentuk penyediaan sarana bagi investor untuk dapat memanfaatkan momentum pada saat market dalam kondisi tren harga turun (bearish).
”Dengan adanya short selling, investor mempunyai pilihan untuk melakukan eksekusi suatu saham sesuai dengan valuasi yang telah dianalisis. Hal ini juga lebih menggairahkan pasar karena pasar tidak hanya satu arah. Short selling juga membantu mekanisme hedging atau lindung nilai atas investornya. Short selling juga membantu liquidity provider, yang ada di pasar waran terstruktur dan derivatif, untuk dapat melakukan hedging atas kuotasi yang diberikan di pasar sekunder instrumen produk terstruktur dan derivatif,” paparnya.
Di tengah kondisi pasar modal yang masih ada di zona koreksi dan berfluktuasi, produk derivatif ini sesuai kajian diharapkan dapat menstabilkan volatilitas tersebut. Praktik yang telah umum diterapkan di bursa-bursa regional, kata Irvan, memang berisiko. Untuk mengurangi risiko, salah satunya terkait potensi gagal bayar investor, BEI akan memperkenalkan intraday short selling.
Intraday short selling dilakukan oleh investor yang melakukan short selling dengan kewajiban untuk melakukan pembelian (tutup posisi short) pada akhir hari. Untuk diketahui, short selling yang akan diterapkan tidak dibuka kepada seluruh investor. Hanya investor tertentu yang ditentukan oleh AB yang mendapatkan lisensi short selling yang dapat melakukan transaksi tersebut.
Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai short selling bukan kebijakan yang tepat untuk diimplementasikan saat ini. Transaksi short selling lebih berisiko dengan masih banyaknya sentimen negatif di pasar modal, antara lain kebijakan penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed), pelemahan rupiah, dan konflik di luar negeri.
”Dalam kondisi seperti saat ini, tidak ada jaminan likuiditas akan meningkat,” ujarnya kepada Kompas, beberapa waktu lalu.
Short selling dalam analisisnya berisiko tinggi karena beberapa alasan. Pertama, short selling dapat dilakukan karena sifat fungible atau dapat dipertukarkan satu sama lain dengan mudah. Menurut Norman Fosback dalam bukunya Stock Market Logic (1993), investor short seller harus berani karna transaksi ini punya potensi untung dan rugi tidak seimbang. Keuntungan yang diambil dari harga jual bisa hilang dengan potensi harga saham yang bisa naik tanpa batas sehingga potensi rugi investor juga tidak terbatas.
”Short seller juga mempunyai reputasi kurang baik di kalangan pelaku pasar modal. Mereka dicurigai memiliki dorongan dan insentif besar untuk menjatuhkan harga saham. Short seller juga sering dituduh menyebarkan rumor palsu. Implikasinya, mereka akan dijadikan kambing hitam ketika pasar saham benar-benar jatuh,” tuturnya.
BEI sebelumnya sempat melarang pelaku pasar melakukan transaksi ini pada awal masa pandemi Covid-19. Jajaran direksi BEI mengakui, ini dilakukan sebagai mitigasi penyebaran wabah Covid-19 di dunia, termasuk Indonesia, yang telah menyebabkan kepanikan investor dan berdampak pada penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kebijakan short selling dinilai dapat menekan harga saham karena perdagangan efek bisa tidak kondusif dan tidak efisien (Kompas, 3/3/2020).
Mengutip laman Stockbit, BEI juga pernah melarang aktivitas short selling saham pada 2008 ketika IHSG secara bertubi-tubi anjlok di bulan Oktober. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan saat itu menduga short selling menjadi penyebab turunnya kondisi bursa. Bahkan, sejumlah perusahaan sekuritas sempat diperiksa, tetapi otoritas pasar modal gagal membuktikan dugaan tersebut.