Di ketinggian lebih dari 5.000 meter di Pegunungan Himalaya, India, tersembunyi sebuah danau kecil yang membekas dalam sejarah dan imajinasi manusia: Danau Roopkund. Dikenal juga sebagai “Skeleton Lake” atau “Danau Tengkorak”, Roopkund bukan hanya destinasi trekking yang menantang, tetapi juga laboratorium alam yang menyimpan ratusan kerangka manusia berusia ratusan hingga ribuan tahun. Misteri siapa mereka, dari mana asalnya, dan bagaimana mereka tewas, telah memicu rasa ingin tahu ilmuwan, penjelajah, dan masyarakat lokal selama puluhan tahun.
Geografi dan Karakteristik Fisik Danau Roopkund
Danau Roopkund terletak di kaki Gunung Trishul, di distrik Chamoli, Uttarakhand, India, pada ketinggian sekitar 5.020–5.029 meter di atas permukaan laut. Danau ini berdiameter sekitar 40 meter dan kedalaman maksimal 3 meter, dikelilingi gletser serta puncak-puncak bersalju. Sebagian besar tahun, danau ini membeku, namun saat musim panas, lapisan es mencair dan memperlihatkan kerangka manusia di dasar danau serta di sekitarnya.
Lokasinya yang terpencil membuat Roopkund hanya dapat diakses melalui perjalanan kaki selama lima hari dari pemukiman terdekat, melintasi hutan ek, padang rumput alpine (bugyal), dan lereng terjal Himalaya yang menakjubkan.
Penemuan Awal dan Eksplorasi Ilmiah
Penemuan kerangka manusia di Roopkund pertama kali dilaporkan secara resmi pada tahun 1942 oleh HK Madhwal, seorang pejabat kehutanan India. Ia menemukan ratusan kerangka manusia yang tersebar di dalam dan sekitar danau, yang kemudian memicu penyelidikan ilmiah dan spekulasi publik. Pada akhir 1950-an, temuan ini diumumkan ke publik, dan sejak itu Roopkund menjadi objek penelitian multidisiplin, mulai dari arkeologi, antropologi, hingga genetika modern.
Analisis DNA dan Temuan Revolusioner
Selama bertahun-tahun, teori populer menyebutkan bahwa kerangka-kerangka ini adalah korban bencana tunggal, seperti badai es besar pada abad ke-9 yang menewaskan sekelompok peziarah atau prajurit. Namun, penelitian genetika dan biomolekuler terbaru membalikkan asumsi tersebut secara dramatis.
Pada tahun 2019, tim ilmuwan internasional menganalisis DNA kuno dari 38 kerangka di Roopkund. Hasilnya sangat mengejutkan: kerangka-kerangka tersebut berasal dari setidaknya tiga kelompok genetik yang berbeda dan tewas dalam dua periode waktu terpisah, sekitar 1.000 tahun jaraknya.
- Kelompok Pertama (Roopkund_A): 23 individu dengan garis keturunan Asia Selatan (India modern), tewas sekitar tahun 800 Masehi. Mereka berasal dari latar sosial dan wilayah berbeda di India, dengan pola makan yang juga bervariasi.
- Kelompok Kedua (Roopkund_B): 14 individu dengan garis keturunan Mediterania Timur, terutama mirip penduduk Kreta dan Yunani masa kini, tewas sekitar tahun 1800 Masehi. Pola makan mereka konsisten dengan konsumsi gandum, barley, dan beras, khas Mediterania.
- Kelompok Ketiga (Roopkund_C): Satu individu dengan keturunan Asia Tenggara, juga tewas sekitar tahun 1800 Masehi.
Analisis isotop stabil pada tulang memperkuat perbedaan pola makan dan asal-usul kelompok ini, menandakan bahwa Roopkund bukan hanya situs lokal, melainkan titik temu manusia dari berbagai belahan dunia.
Skenario Kematian: Bencana Alam dan Teori Lain
Salah satu temuan menarik adalah adanya kerusakan pada beberapa tengkorak yang konsisten dengan hantaman hujan es besar, mendukung cerita rakyat lokal tentang peziarah yang tewas akibat badai es saat perjalanan ke kuil Nanda Devi. Namun, radiokarbon membuktikan bahwa kematian tidak terjadi secara bersamaan, melainkan dalam beberapa gelombang terpisah.
Tidak ada bukti kuat bahwa para korban memiliki hubungan keluarga, dan tidak ditemukan tanda-tanda epidemi atau kekerasan massal. Para peneliti menduga kelompok pertama adalah peziarah dari berbagai daerah di India, sedangkan kelompok kedua mungkin adalah rombongan wisatawan atau peziarah dari Mediterania yang mengunjungi Himalaya pada masa kolonial Inggris, meski motivasi dan jalur perjalanan mereka masih menjadi misteri besar.
Signifikansi Ilmiah dan Budaya
Penelitian di Roopkund menandai tonggak penting dalam arkeologi dan genetika Asia Selatan, karena untuk pertama kalinya DNA kuno berhasil diambil dan dianalisis secara utuh di wilayah ini. Temuan ini membuktikan pentingnya pendekatan interdisipliner—menggabungkan arkeologi, genetika, isotop, dan antropologi—untuk mengungkap sejarah manusia yang kompleks dan tak terduga.
Selain nilai ilmiah, Danau Roopkund juga memiliki makna budaya dan spiritual bagi masyarakat lokal. Danau ini berada di jalur ziarah Nanda Devi Raj Jat, salah satu ritual keagamaan terbesar di Himalaya, yang berlangsung setiap 12 tahun sekali. Kisah-kisah rakyat tentang kutukan, dewa, dan tragedi di danau ini memperkaya warisan budaya Himalaya.
Tantangan Konservasi dan Masa Depan Roopkund
Roopkund menghadapi tantangan serius akibat perubahan iklim, yang menyebabkan penyusutan danau serta ancaman terhadap kelestarian kerangka dan ekosistemnya. Aktivitas wisatawan yang tidak terkontrol juga berisiko merusak situs ini, karena beberapa kerangka telah diambil sebagai suvenir, menghambat penelitian lanjutan.
Upaya konservasi yang melibatkan pemerintah, ilmuwan, dan komunitas lokal sangat penting untuk menjaga Roopkund sebagai warisan dunia. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat mengungkap lebih banyak misteri dan memperdalam pemahaman tentang migrasi, ritual, dan tragedi manusia di Himalaya.
Kesimpulan: Roopkund, Cermin Kompleksitas Sejarah Manusia
Danau Roopkund adalah bukti nyata betapa sejarah manusia dipenuhi lapisan misteri, migrasi, dan tragedi yang saling berkelindan. Dengan menggabungkan sains modern dan kearifan lokal, kita bisa menyingkap cerita-cerita yang selama ini terkubur di balik salju Himalaya—dan pada saat yang sama, menjaga warisan ini untuk masa depan. Roopkund bukan hanya danau di atas awan, melainkan jendela menuju masa lalu yang penuh pelajaran tentang perjalanan, harapan, dan batas-batas daya tahan manusia.