Deadline Sebentar Lagi – ”Deadline” Sebentar Lagi, untuk Apa Pemadanan NIK-NPWP?. Tanggal 30 Juni 2024 adalah nexwin77 tenggat waktu untuk memadankan nomor induk kependudukan (NIK) dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Informasi pemberitahuan tentang pemadanan NIK-NPWP pun sudah berseliweran di mana-mana. Namun, belum semua wajib pajak mengurus pemadanan datanya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga 27 Juni 2024, sebanyak 73,77 juta atau 99,08 persen wajib pajak orang pribadi sudah memadankan NIK-nya sebagai NPWP. Dari total target 74,45 juta wajib pajak yang mesti memadankan NIK dan NPWP-nya, masih ada 674.000 wajib pajak yang belum melakukan pemadanan.
Sebagai wajib pajak, wajar jika masyarakat bertanya-tanya. Untuk apa ada pemadanan NIK-NPWP? Apa manfaatnya? Apa kerugiannya jika tidak memadankan NIK dengan NPWP? Bahkan, yang sering ditakuti masyarakat, apakah berarti semua orang yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) otomatis jadi wajib pajak?
Dilansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, pemadanan NIK dengan NPWP dibutuhkan untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang lebih efektif dan efisien melalui sistem single identity number (SIN). Artinya, satu nomor identitas dapat digunakan untuk berbagai keperluan administrasi, termasuk perpajakan.
Kebijakan integrasi NIK menjadi NPWP itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022. Pemadanan NIK-NPWP sudah dimulai sejak tahun 2022 dan diperpanjang hingga akhirnya berlaku efektif pada 1 Juli 2024 ini.
Praktik sistem data terintegrasi serupa sudah dilakukan di banyak negara maju. Dengan sistem SIN, pemerintah sebagai pemungut pajak ataupun masyarakat selaku wajib pajak sama-sama lebih dimudahkan. Pada akhirnya, sistem baru yang terintegrasi ini diharapkan bisa lebih meningkatkan pendapatan pajak negara.
Bagi wajib pajak, dengan sistem data yang terintegrasi, urusan administrasi pajak akan jauh lebih mudah ke depan. Kemudahan itu akan terasa mulai dari proses pendaftaran, pelaporan, hingga pembayaran pajak.
Sebagai contoh, wajib pajak sering mengeluh ketika melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan perlu memasukkan ulang berbagai informasi dasar. Dengan sistem data terintegrasi, semua informasi dasar terkait wajib pajak sudah tersedia sehingga wajib pajak tidak perlu mengisi ulang berbagai informasi yang sama. Hemat waktu, hemat tenaga, minim kesalahan.
Pemungutan pajak juga diharapkan akan lebih adil dan faktual. Sri Hartiwiek, Kepala Subdirektorat Humas Perpajakan DJP Kemenkeu mengatakan, selama ini kerap ada perbedaan data antara informasi yang ada di NIK dengan NPWP. Baik karena kesalahan input data atau data yang tidak diperbarui.
”Perbedaan data ini sangat krusial karena bisa saja dianggap sebagai orang berbeda dan berdampak ke pungutan pajaknya. Contohnya, bisa saja data di NIK sudah ter-update dari status lajang menjadi menikah, tetapi itu tidak terdata di NPWP,” katanya, Kamis (27/6/2024).
Lewat pemadanan NIK-NPWP, urusan birokrasi dan pelayanan perpajakan juga akan lebih cepat. Itu diharapkan bisa mendorong kepatuhan pajak mengingat selama ini kekesalan masyarakat dalam mengurus pajak sering kali muncul karena urusan administrasi yang ruwet dan berulang-ulang (redundant).
Pemadanan NIK-NPWP untuk urusan pajak hanya permulaan. Ke depan, masyarakat juga tidak perlu lagi mengurusi berbagai dokumen identitas untuk layanan publik lain di luar perpajakan, seperti kesehatan, pendidikan, bantuan sosial, dan perbankan.
Tidak hanya memudahkan masyarakat, pemadanan NIK dan NPWP juga akan mempermudah pemerintah dalam memantau dan mengawasi kewajiban perpajakan masyarakat. Pemerintah melalui DJP akan lebih mudah mendeteksi potensi penghindaran atau penyimpangan pajak.
Selama ini, belum semua individu atau entitas usaha terdaftar sebagai wajib pajak dan membayar pajak sesuai dengan kewajiban. Lewat pemadanan NIK-NPWP, celah-celah penghindaran pajak itu bisa lebih mudah dideteksi.
Pemerintah dapat mengidentifikasi wajib pajak yang potensial, tetapi tidak menjalankan kewajibannya. Selain itu, jika terdapat ketidaksesuaian antara pendapatan yang dilaporkan wajib pajak dengan data transaksi yang tercatat, otoritas pajak bisa segera mengambil tindakan untuk menyelidiki wajib pajak terkait.
Harapannya, kewajiban ini bisa meningkatkan basis pajak dan meningkatkan pendapatan negara melalui pajak yang selama ini ”tersembunyi” dan tidak terpungut karena administrasi yang lemah.