Harga Tiket Ajang Lari di Indonesia Kemahalan – Berlari itu murah? Tergantung. Banyak aspek penentu, seperti salah satunya ajang lari yang diikuti.
Setahun, jika rutin, para rajaburma88 pelari bisa mengeluarkan jutaan rupiah demi mengikuti sejumlah lomba atau sekadar ajang fun run. Semakin banyak ajang, semakin banyak pula pengeluaran untuk berlari.
Persoalan mahal atau murah suatu ajang sudah sering menjadi bahasan para pelari. Banyak pelari yang menilai ajang lari di Indonesia masih terlalu mahal. Apalagi setelah Runhood Magazine mengeluarkan perbandingan data harga ajang di Tanah Air dan Thailand pada 2024.
Sampel yang diambil di kategori maraton. Di Indonesia, khususnya Jakarta, biaya pendaftaran mencapai 10-21 persen dari rerata gaji bulanan masyarakat. Angka itu tidak melampaui 12 persen di Thailand. Warganet semakin meyakini harga ajang lari di Indonesia sebenarnya bisa lebih rendah.
Lantas, benarkah anggapan tentang penyelenggara yang mengambil cuan terlalu banyak dengan memanfaatkan tren industri lari yang sedang berkembang? Direktur race management IdeaRun, Safrita Aryana, menepis isu tersebut. Realitas justru berbanding terbalik dari sisi penyelenggara.
”Secara umum harga tiket lari kita baru mengisi cuma 20 persen dari biaya produksi. Paling tinggi 30 persen. Sisa biaya diisi pemilik lomba dan sponsor. Jadi biaya total per orang itu rerata dikali lima dari pendaftaran. Industri ini baru tumbuh, tidak bisa memaksakan orang bayar mahal,” kata Safrita.
Khusus fun run, berdasarkan data IdeaRun, rerata kontribusi biaya pendaftaran hanya 10-15 persen dari total produksi. Penyelenggara tidak bisa mematok harga lebih tinggi karena fasilitas yang lebih sedikit. Biasanya tidak ada sistem pencatat waktu, medali, dan hadiah lomba.
Rerata biaya pendaftaran ajang-ajang maraton di Indonesia berkisar Rp 800.000. Jika dibandingkan dengan ajang di negara-negara tetangga selama 2024, seperti Kuala Lumpur Marathon (Rp 500.000) dan Bangkok Maraton (Rp 561.000), harga itu masih terbilang tinggi.
Meskipun demikian, ada juga ajang yang lebih mahal di lingkup Asia. Harga termurah mengikuti Singapore Marathon 2024 adalah Rp 725.000 (kategori 5K). Khusus kategori maraton mencapai Rp 1,34 juta. Tokyo Marathon 2024 yang berstatus World Marathon Majors (Rp 1,69 juta), lebih mahal lagi.
Safrita mengatakan, begitu banyak variabel biaya untuk penyelenggaraan ajang lari. ”Jersei dan medali masing-masing bisa Rp 150.000. Harga tergantung kualitas produk. Belum lagi marshall. Setiap satu kilometer butuh setidaknya 10 petugas. Ada juga untuk refreshment dan water station,” ujarnya.
Balik modal
Salah satu ajang bergengsi dengan biaya pendaftaran termurah di Tanah Air adalah Borobudur Marathon. Pada 2024, biaya mengikuti kategori maraton hanya Rp 675.000. Menurut Wakil Manajer Umum Tim Event Kompas Budhi Sarwiadi, selaku penyelenggara, para peserta sudah pasti balik modal.
”Kalau kita bicara, medali dengan dua jersei itu sudah bisa mencapai Rp 500.000. Belum lagi ditambah isi race pack (produk-produk sponsor), mungkin semua uang pendaftaran itu sudah kembali ke pelari. Hitung-hitungan biaya aslinya per orang bisa mencapai Rp 3 juta,” ujar Budhi.
Ada juga hadiah dengan nilai sangat besar dalam ajang berstatus lomba. Di Borobudur Marathon, hadiah lomba mencapai Rp 2,6 miliar untuk berbagai kategori. Selain itu, tambah Budhi, banyak fasilitas krusial yang tidak terlihat langsung oleh pelari sebelum penyelenggaraan.
”Medis dan asuransi itu yang cukup besar dari segi biaya. Kedua hal itu untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan pelari. Dengan semua fasilitas yang ada, biaya segitu tidak mahal seharusnya. Bisa dibandingkan dengan maraton di dunia dengan kualitas serupa,” kata Budhi.
Adapun bagi pelari Indonesia, mengikuti ajang di negeri sendiri merupakan pilihan termurah. Biaya pendaftaran murah, seperti di Kuala Lumpur Marathon dan Bangkok Marathon, hanya berlaku untuk warga lokal. Khusus pelari asing, biaya bisa naik lebih dari 100 persen, jadi di atas Rp 1,2 juta.
Di ajang ternama, seperti London Marathon, variabel biaya pendaftaran bahkan lebih kompleks lagi. Terdapat pungutan tambahan sekitar Rp 525.000 untuk pelari asing sebagai kompensasi emisi karbon. Total biaya pendaftaran menjadi sekitar Rp 2,9 juta.
Dalam perspektif peserta lokal, ajang di Indonesia mungkin relatif mahal. Hanya saja, kondisi tidak ideal itu juga dirasakan oleh penyelenggara yang masih harus ”menggendong” biaya produksi. Kondisi tersebut hanya bisa dinikmati saat ini karena industri lari masih berada di titik awal bertumbuh.
Seperti peribahasa, rumput tetangga memang sering kali lebih hijau. Namun, daripada menjadi kaum mendang-mending, lebih baik fokus melihat realitas yang ada. Contohnya, apakah uang yang dikeluarkan untuk ajang di Indonesia sudah sebanding dengan fasilitas yang diterima?