Hari Buku Nasional – Hari Buku Nasional: Buku Murah, Penulis Sejahtera. Buku adalah jendela dunia. Sayangnya, belum semua orang bisa melihat dunia itu dengan jelas. Bagi sebagian orang, buku belum jadi prioritas karena terhitung mahal dan kalah saing dengan kebutuhan lainnya yang tidak kalah penting.
Pemerintah melalui kebijakan perpajakan topgaming77 sebenarnya sudah berusaha menekan harga buku. Lantas, apa yang kurang?
Maria Miracellia (33) terkejut saat melihat harga novel terjemahan terbaru seri Cormoran Strike bersampul lunak (soft-cover) yang sudah menyentuh kisaran Rp 400.000. Lima tahun lalu, saat ia mulai mengikuti buku seri detektif karya Robert Galbraith (nama pena penulis tersohor JK Rowling) itu, harganya masih Rp 120.000 dengan tebal buku dan jenis sampul yang sama.
Harga novel terjemahan terbaru seri Cormoran Strike bersampul lunak ( soft-cover) sudah menyentuh kisaran Rp 400 .000.
Maria pun membatalkan niatnya. Harga yang melejit hingga lebih dari tiga kali lipat itu menurutnya tidak masuk akal. ”Sudah terlalu mahal, sih, parah. Akhirnya, saya stop ngikutin lagi meski dia (Galbraith) baru-baru ini ada keluarin seri terbaru,” kata penerjemah yang berdomisili di Bali itu, Kamis (16/5/2024).
Ia sering bertanya-tanya kenapa harga buku belakangan ini menjadi mahal. Bukan hanya karya-karya penulis asing seperti Galbraith, tetapi juga buku karya penulis lokal. Maria membandingkan novel Perahu Kertas versi sampul adaptasi film oleh Dewi ”Dee” Lestari yang pada 2015 masih seharga Rp 60.000. Kini, karya terbaru Dee, seri Rapijali, sudah dipatok di atas Rp 100.000.
”Sekarang, buku yang harganya di bawah Rp 100.000 paling hanya novel-novel yang penulisnya belum punya nama, yang bukunya tipis, atau buku-buku kumpulan puisi,” tuturnya.
Harga yang terlalu mahal dan sinopsis buku-buku baru yang kurang menarik membuat Maria semakin jarang membeli buku. Ia yakin hal itu bisa berubah jika saja harga buku lebih murah.
”Saya suka aroma buku baru dan sensasi membaca buku fisik. Jadi, antara saya baca buku fisik atau tidak baca buku sama sekali. Kalau lebih murah, sudah pasti saya lebih rajin beli buku,” ucapnya.
Saya suka aroma buku baru dan sensasi membaca buku fisik. Jadi, antara saya baca buku fisik atau tidak baca buku sama sekali.
Menurut Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia Arys Hilman Nugraha, minat baca masyarakat Indonesia sebenarnya ada. Namun, terkendala oleh akses terhadap bahan bacaan yang terbatas karena harga buku yang semakin mahal, rendahnya daya beli masyarakat, serta belum tingginya kesadaran bahwa buku termasuk kebutuhan prioritas.
”Sekadar melek huruf dan punya minat baca saja tidak cukup. Harus ada pembiasaan budaya baca dan permudahan akses terhadap bahan bacaan, baru kita bisa berbangga diri. Kalau sekarang buku-buku harganya mahal sehingga tidak terbeli, itu adalah konsekuensi dari akses terhadap bahan bacaan yang selama ini tidak terbangun,” katanya.
Telur dan ayam
Persoalan mahalnya harga buku ibarat perumpamaan telur dan ayam, tidak jelas mana yang duluan. Di satu sisi, harga buku naik karena faktor permintaan (demand) yang rendah di masyarakat.
Ketidakseimbangan supply-demand di pasar itu membuat penerbit menurunkan oplah cetak per judul buku agar harga tidak terjun bebas begitu keluar di pasaran dan penerbit rugi.
Harga buku semakin menjadi-jadi karena kenaikan ongkos produksi dan distribusi buku yang turut dibebani berbagai pungutan pajak.
Ia membandingkan, sebelum pandemi, penerbit umumnya bisa menerbitkan hingga 5.000 eksemplar buku untuk cetakan pertama. Kini, cetakan pertama dibatasi hanya 1.000 eksemplar. Harga buku yang tetap tinggi di pasaran pun akhirnya menekan demand dari masyarakat.
Harga buku semakin menjadi-jadi karena kenaikan ongkos produksi dan distribusi buku yang turut dibebani berbagai pungutan pajak. Ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen yang dipungut dari pembelian buku. Ini dibebankan ke konsumen. Ada pula pajak-pajak lainnya yang tersebar di setiap tahapan produksi buku.
Arys mencontohkan, dalam komponen ongkos percetakan yang memakan sekitar 20-25 persen dari total biaya produksi, ada hitung-hitungan pungutan pajak atas bahan baku.
”Masing-masing material ada perhitungan pajaknya. Ada ongkos untuk pajak kertas, pajak tinta, yang paling tinggi biasanya untuk kertas yang memakan porsi cukup besar,” katanya.
Masing-masing material ada perhitungan pajaknya. Ada ongkos untuk pajak kertas, pajak tinta, yang paling tinggi biasanya untuk kertas yang memakan porsi cukup besar.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kebijakan perpajakan sebenarnya sudah pernah ditempuh untuk membantu menekan harga buku di pasaran, menumbuhkan minat baca masyarakat, dan menyejahterakan penulis.