Hidangan Paskah di Ruang Nostalgia – Jika cita rasa dan suasana menjadi prioritas bersantap bersama keluarga di Restoran Jajaghu
Restoran Jajaghu siang itu terlihat masih lengang dengan dekorasi batang pepohonan dan dedaunan bersaput putih yang menjulang tinggi gali77, memenuhi langit-langit. Keseluruhan atmosfer ruang membangkitkan rasa nostalgia yang syahdu.
Di Restoran Jajaghu yang megah ini, hangatnya momen kebersamaan keluarga di hari raya Paskah bisa dirajut bersama. Restoran ini bertempat di bangunan tua Hotel House of Tugu di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Sulit untuk tidak takjub saat pertama kali memasuki Jajaghu. Setiap ornamen yang menghuni ruangan memberi daya magnet yang magis. Mulai dari beberapa foto lawas, lukisan antik berjejer di dinding, patung besar Raja Kertanegara yang berdiri agung di sudut ruangan, hingga arca Buddha tahun 1942 masa penjajahan Jepang. Semuanya merupakan koleksi pribadi sang pemilik, Anhar Setjadibrata.
Jajaghu menawarkan beragam masakan Indonesia dan internasional yang dibuat dengan citarasa lokal. Hari Paskah pada Minggu (20/4/2025) ini kita bisa mencoba menu easter brunch yang cukup beragam ditemani alunan musik hidup yang memainkan jazz. Ditambah pula, anak-anak bisa berpartisipasi dalam permainan berburu telur paskah.
Salah satu menu yang akan menjadi santapan utama dalam easter brunch di Jajaghu adalah herb-crusted salmon with mustard-dill sauce. Sepotong daging ikan salmon yang tebal berserat warna putih bersemburat jingga. Saat dilumat perlahan, tekstur salmon yang empuk mengeluarkan rasa segar yang menyergap perlahan. Ditemani kentang baby yang direbus embuk, dilengkapi dengan asin saus mustard dipadu dengan taburan daun dill. Salmon juga dilengkapi dengan asparagus yang memperkaya rasa.
Chef Jajaghu, Hari Haryanto, menggunakan teknik sous vide untuk memasak salmon. Ini merupakan metode memasak ketika makanan dimasukan ke dalam kantong vakum dan direndam dalam air hangat. Pantas saja salmon buatan Hari terasa lembab dan bersari (juicy).
Hari sengaja meracik saus yang berkrim itu tidak terlalu kental untuk menyesuaikan selera lidah lokal. Saus juga diseimbangkan dengan asam lemon ditambah pula dengan beberapa rempah, tepung roti, dan minyak zaitun.
Sup kacang polong
Menu lain yang meninggalkan kesan mendalam adalah earthy erwtensoep, yakni hidangan tradisional Belanda berisi kacang polong (green pea) serta smoke beef yang digoreng rendam hingga kering-renyah.
Rasanya yang menenangkan itu dipengaruhi oleh kuah sup yang hangat. Warna yang menyala, kuning agak kehijauan, dikeluarkan dari rebusan wortel, batang seledri, kacang polong, yang direbus sampai mendidih kemudian ditambah bawang putih, baru kemudian dihancurkan menyerupai bubur. Kenikmatan earthy erwtensoep ini mengingatkan pada bubur yang dimasak oleh ibu ketika anak sakit.
Kekentalan sup berasal dari lemak sapi yang sudah direbus satu hari sebelumnya. Meski tanpa kaldu dan krim, sup ini sangat berhasil memberikan cita rasa yang penuh.
Di ”Negeri Kincir Angin” asalnya, earthy erwtensoep biasanya disantap dalam keadaan dingin. Sementara, untuk mengikuti preferensi lidah lokal, Hari sengaja menyajikannya hangat dan menambahkan sedikit truffle oil untuk memperkaya cita rasa.
Proses masak agak lebih lama supaya rasa green pea, carrot, sama celery, garlic itu bisa naik,” jelas Hari.
Brunch
Brunch alias sarapan sekaligus makan siang, gabungan dari breakfast dan lunch, bisa menjadi waktu yang tepat merayakan Paskah bersama keluarga. Bagi umat Kristiani, brunch bisa menjadi pilihan setelah waktu ibadah pagi di gereja. Bedanya dengan hari Natal adalah makan bersama biasa digelar saat malamnya, yakni tanggal 24 Desember.
Ada sejarawan yang berpendapat bahwa brunch berasal dari kebiasaan penduduk selatan berburu dan pergi ke gereja. Ada juga yang berpendapat bahwa brunch bermula dari sarapan sebelum berburu yang biasa dilakukan di Inggris. Selain itu, ada juga sejarawan yang beranggapan bahwa brunch di hari minggu merupakan kebiasaan umat Katolik yang berpuasa sebelum misa kemudian makan-makan setelah ibadah.
Puding kelinci
Saat ini, brunch sudah menjadi konsep yang sangat lumrah. Banyak restoran dan hotel seluruh dunia menawarkan menu sarapan sekaligus makan siang tersebut. Dalam momentum Paskah ini, menu penutup tentu saja tak ketinggalan di Jajaghu.
Salah satu menu penutup yang menyenangkan adalah puding. Pelayan menghidangakan sepiring berisi dua puding kelinci berwarna putih selembut sutra saling berhadap-hadapan seperti hampir berciuman. Menu yang dinamai jiggly bunny pudding ini sangat menggemaskan. Bagaimana tidak, tubuh kelinci tersebut bisa bergoyang-goyang ketika ditepuk-tepuk sedikit dengan garpu atau ketika piring sedikit digetarkan.
Chef Putri Sekar Amalia menggunakan bahan dasar susu, gula, dan gelatin. Base-nya adalah panakota yang dicampur agar-agar biar bentuknya bisa padat. Gelatin pun direndam di air es baru kemudian dicampur susu segar yang panas.
Hap! Puding yang baru bersentuhan dengan rongga mulut langsung terasa lumer menstimuli seluruh kuncup perasa. Mulai bermunculan rasa manis legit dari saus cokelat, kerenyahan dari remahan biskuit lotus yang diremukkan, hingga rasa asam stroberi yang menambah kesegaran yang meriah.
Rasanya belum Paskah kalau belum ada hiasan telur. Jajaghu menyediakan pilihan menu manis lain, yakni dutch chocolate easter eggs. Cokelat berbentuk cangkang telur itu dikelilingi taburan biskuit dan potongan buah stroberi. Untuk menikmatinya, cokelat akan disiram susu panas. Seraya disiram, cangkang telur akan retak dan terbuka. Bukan sekadar cokelat, melainkan di dalamnya terdapat kue sponge.
Bersejarah
Kehangatan atmosfer di Jajaghu tak terlepas dari bangunan utamanya yang berada di kawasan bersejarah Kota Tua. Sebelum direstorasi menjadi hotel, bangunan tua ini menyimpan sejarah yang panjang.
Tersebutlah kisah berikut ini dalam sejarah keluarga mengenai leluhur Anhar Setjadibrata. Tahun 1866, ayah hartawan gula asal Semarang, Oei Tiong Ham, yakni Oei Tjie San, pergi ke Batavia untuk menemui peramal. Saat berjalan kaki di Jalan Kali Besar, ia terpesona dengan kompleks rumah yang indah. Pepohonan di taman tampak rimbun dengan banyaknya tupai berlarian di bawah pohon kelapa dewasa.
Terik matahari yang panas kala itu membuatnya haus. Seorang penjaga pintu menawarinya kelapa muda. Ia meminum air kelapa dengan penuh syukur dan berjanji bahwa suatu hari nanti ia jika menjadi orang kaya, ia akan membeli rumah tersebut. Rumah itu kini adalah House of Tugu yang dirawat dan dihidupi dengan baik oleh keturunannya, Anhar Setjadibrata.
Catatan: Artikel ini disusun oleh peserta magang harian Kompas, Giofanny Sasmita, mahasiswa Jurusan Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara