Pegunungan Himalaya tidak hanya mencakup deretan puncak tertinggi seperti Everest dan Kanchenjunga, tetapi juga menjadi pusat keanekaragaman hayati yang krusial untuk ekosistem Asia. Lebih dari satu miliar orang menggantungkan harapan pada aliran air dari gletser Himalaya yang menghidupi sungai-sungai besar, mulai dari Gangga, Brahmaputra, hingga Mekong. Namun, di tengah kemegahan tersebut, tantangan lingkungan kian nyata dan mengancam upaya konservasi di kawasan ini.
Peleburan Gletser: Ancaman Rantai Kehidupan
Salah satu perubahan lingkungan paling mengkhawatirkan adalah mencairnya gletser secara cepat akibat pemanasan global. Berdasarkan temuan IPCC, gletser Himalaya telah kehilangan sekitar 25% volume dalam kurun 40 tahun terakhir. Kehilangan ini tidak hanya berdampak pada hilangnya cadangan es, tetapi juga menimbulkan risiko nyata bagi pasokan air bersih, mengundang potensi banjir bandang, serta memperbesar ancaman kekeringan saat musim kemarau.
Sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Arun Bhakta Shrestha dari ICIMOD, “Air dari Himalaya adalah urat nadi Asia. Jika urat nadi ini terputus, pertanian dan kehidupan jutaan manusia terganggu secara dramatis.” Pernyataan ini mengingatkan bahwa perubahan ekosistem di Himalaya bukanlah masalah lokal, melainkan isu yang harus menjadi perhatian banyak negara.
Deforestasi dan Fragmentasi Habitat Satwa
Selain perubahan iklim, laju deforestasi di kawasan Himalaya turut memunculkan ancaman terselubung. Hutan-hutan yang berubah fungsi menjadi lahan pertanian, pemukiman, hingga proyek infrastruktur, menyebabkan fragmentasi habitat untuk satwa liar endemik seperti panda merah, macan tutul salju, dan takin. Misalnya, sebuah studi di Sikkim, India melaporkan penurunan populasi panda merah sebesar 30% dalam dua dekade terakhir akibat hilangnya habitat dan aktivitas perburuan liar.
Pembangunan jalan dan bendungan sering menjadi polemik dalam diskursus konservasi. Sebuah laporan di Nature Conservancy menyatakan bahwa proyek bendungan besar di sungai utama menyebabkan pergeseran ekosistem dan berdampak secara sosial bagi masyarakat lokal yang sangat bergantung pada sungai. Oleh karena itu, diperlukan penilaian lingkungan yang ketat dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
Meningkatnya Sampah di Pegunungan
Akses wisatawan yang semakin masif membawa dualisme: ekonomi lokal berkembang, namun limbah pegunungan pun bertambah. Berdasarkan data Himalayan Database, lebih dari 140 ton sampah tercatat menumpuk di Everest sejak era ekspedisi modern. Sampah plastik, tabung oksigen bekas, hingga limbah manusia telah mencemari lingkungan dan mengancam sanitasi air tanah serta kehidupan satwa liar.
Upaya seperti “Sagarmatha Next” di Nepal yang mengedukasi dan mendorong pendaki membawa kembali sampah menjadi inspirasi positif. Namun, perubahan perilaku butuh didukung kebijakan pengelolaan limbah berkelanjutan—sesuatu yang masih menjadi tantangan di banyak kawasan pegunungan.
Perubahan Pola Iklim dan Risiko Bencana Alam
Bukan hanya suhu yang meningkat, Himalaya kini sering dihantam cuaca ekstrem: hujan deras, badai salju mendadak, serta longsor gletser. Salah satu tragedi yang menggemparkan terjadi di Chamoli, Uttarakhand pada 2021 ketika longsor gletser merusak proyek hidroelektrik dan menelan puluhan korban jiwa. Kasus ini menunjukkan bahwa kombinasi aktivitas manusia dan perubahan iklim telah memperbesar risiko geo-bencana di kawasan tersebut.
Konservasi Inklusif: Kolaborasi dan Masa Depan
Kunci konservasi di Himalaya adalah sinergi antara sains, masyarakat lokal, pemerintah, dan komunitas global. Model pengelolaan bersama di taman nasional seperti Sagarmatha dan Kangchenjunga di Nepal menunjukkan pelibatan warga bisa memperkuat perlindungan habitat sekaligus menjaga tradisi lokal.
Inovasi seperti “Himalayan Nature Conservation Trust” di Bhutan mengintegrasikan sains, edukasi masyarakat, dan ekonomi hijau melalui ekowisata. Namun, inisiatif seperti pembayaran jasa lingkungan, perlindungan hutan adat, serta sertifikasi produk ramah lingkungan masih perlu diperluas dan diawasi secara berkelanjutan.
Optimisme Kritis untuk Pegunungan Abadi
Situasi Himalaya saat ini merefleksikan tarik-menarik kepentingan global antara pembangunan dan keberlanjutan ekosistem. Masa depan Himalaya hanya akan lestari jika didorong oleh kesadaran lintas negara, investasi teknologi ramah lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat terdampak. Mengutip Sir Edmund Hillary, “Himalaya bukanlah tonggak yang harus dikalahkan, melainkan ekosistem yang harus dihargai dan dilindungi.”
Menjaga Himalaya adalah tanggung jawab moral bersama—karena apa yang terjadi di atap dunia, cepat atau lambat akan berdampak pada kehidupan kita semua.
Artikel ini dipersembahkan oleh sponsor Games online. Dapatkan info dan hiburan terbaru di Rajaburma88.