Lewat Nobar Merayakan Harapan

Lewat Nobar Merayakan Harapan - Lewat Nobar, Kita Merayakan Harapan. Langkah tim Indonesia U-23 di ajang Piala Asia U-23 2024 memantik

Lewat Nobar Merayakan Harapan – Lewat Nobar, Kita Merayakan Harapan. Langkah tim Indonesia U-23 di ajang Piala Asia U-23 2024 memantik euforia di seluruh Nusantara. Acara nonton bareng digelar, mulai di stadion besar, kantor pemerintahan, sampai warung kopi. Inilah cara orang Indonesia merayakan harapan bersama-sama.

Area pedestrian di Plaza Utara kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2024) sekitar pukul 19.00 WIB, mulai ramai. Kios nasi pecel, gorengan, nasi goreng, sate, dan minuman didirikan di tepi jalur pejalan kaki menuju stadion venetian89 sepak bola itu. Riuh rendahnya menyerupai malam pertandingan. Namun, pertandingan sebenarnya terjadi 7.000-an kilometer jauhnya.

Malam itu adalah pertandingan babak semifinal Piala Asia U-23 yang berlangsung di Stadion Abdullah bin Khalifa di Doha, Qatar. Ini level tertinggi yang pernah dicapai tim ”Garuda Muda”. Tim asuhan Shin Tae-yong itu masuk semifinal setelah habis-habisan mengandaskan tim kuat Korea Selatan lewat adu penalti.

Harapan menggantung tinggi bahwa Indonesia bisa menang lagi. Kalau menang, peluang Indonesia berlaga di Olimpiade 2024 Paris bakalan terang. Uzbekistan menjadi lawan Indonesia di babak ini. Prestasi mereka moncer juga. Di ajang itu, gawang Uzbekistan belum pernah kebobolan, bahkan paling produktif mencetak gol. Pun demikian, dukungan warga Indonesia mengalir deras.

Keriuhan di pelataran Stadion GBK itu salah satu buktinya. Kick-off masih dua jam lagi, tapi orang-orang beratribut merah-putih sudah berdatangan. Lahan parkir kendaraan penuh, bahkan sampai area Parkir Timur. Jalan lingkar (ring road) di sekeliling stadion makin ramai. Orang-orang yang sedang joging perlahan menyingkir.

Di jalan lingkar itu, tepatnya di depan Pintu 9, ada dua layar besar. Sementara di area pedestrian Plaza Utara terpasang empat layar besar. Di dua titik yang tersambung inilah konsentrasi massa menonton bareng (nobar) laga gengsi Indonesia versus Uzbekistan terjadi. Semakin malam semakin ramai.

Menjelang tiupan peluit tanda dimulainya pertandingan, arena makin sulit ditembus. Yang sudah ”terjebak” di depan nyaris mustahil mundur ke belakang. Begitu juga sebaliknya. Terlihat sebagian orang duduk di atas pagar, tak ada yang berani menyuruh mereka turun.

Utari (52) adalah salah satu yang ada di arena jalan lingkar. Dia berangkat dari rumahnya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, seusai menunaikan shalat Magrib. Nenek empat cucu ini berangkat sendirian naik MRT Jakarta.

”Di dekat rumah ada sih yang bikin nobar, tapi lebih seru di sini. Tinggal naik MRT sekali udah nyampe,” kata Utari yang mengenakan kaus lengan panjang putih dan kerudung merah ini.

Sebelum pertandingan dimulai, Utari menyantap semangkuk nasi goreng gila yang dibeli Rp 35.000 di dekat situ. Di depan tempatnya bersila ada tas kecil, kipas plastik bertuliskan ”Indonesia”, dan sebotol air minum. Dia belum makan dari rumah. Sepekan sebelumnya saat laga melawan Korsel, Utari juga nobar di GBK.

Saat lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” berkumandang di Stadion Abdullah bin Khalifa, Utari dan ribuan orang lainnya berdiri, khidmat menyanyi bersama. Rasanya seperti pertandingan berlangsung di depan mata, padahal tersambung lewat monitor raksasa. Hadirin duduk lagi ketika lagu kebangsaan Uzbekistan dilantangkan. Gemuruh kian menjadi ketika wasit meniup peluit pembuka laga.

”In-Do-Ne-Sia!” Seru penonton dengan koreografi tangan merentang memunculkan suara mendengung. Utari tak mau ketinggalan. Dia juga ikut menyanyikan lagu ”Garuda di Dadaku” yang kadung melekat sebagai pembakar semangat pendukung atlet Indonesia yang tengah berlaga. Utari sadar suaranya tak akan terdengar oleh Pratama Arhan dan kawan-kawan yang sedang berebut bola di Qatar sana.

”Nyanyi bareng ini bikin senang, lho. Coba kalau nonton sendiri di rumah, disangka orang gila, ’kali, he-he-he…,” ucapnya.

Pemilik usaha penatu ini mengaku tak hafal benar siapa saja nama pemain yang berlaga. Dia juga tak terlalu mengikuti liga sepak bola. Yang dia tahu, Indonesia adalah negaranya yang sedang berjuang merebut posisi di kancah sepak bola internasional.

Berdempet-dempetan bersama suporter lain yang sebagian besar berusia muda dan laki-laki adalah wujud dukungannya, juga menjadi jembatan dengan cucunya yang masuk pembinaan pesepak bola di Bantul, Yogyakarta.

”Tadi cucu saya minta dikirimin video suasana nobar di GBK. Ini mau saya kirim, tapi sinyalnya susah banget, ya,” keluhnya.

Sebelum pertandingan berlangsung, Utari menyerocos tentang cucunya yang bercita-cita jadi pemain bola itu. Dia menunjukkan foto-foto piala yang pernah dimenangi sang cucu. Kebanggaannya meluap-luap.

Lewat Nobar, Kita Merayakan Harapan

Langkah tim Indonesia U-23 di ajang Piala Asia U-23 2024 memantik euforia di seluruh Nusantara. Acara nonton bareng digelar, mulai di stadion besar, kantor pemerintahan, sampai warung kopi. Inilah cara orang Indonesia merayakan harapan bersama-sama.

Area pedestrian di Plaza Utara kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2024) sekitar pukul 19.00 WIB, mulai ramai. Kios nasi pecel, gorengan, nasi goreng, sate, dan minuman didirikan di tepi jalur pejalan kaki menuju stadion sepak bola itu. Riuh rendahnya menyerupai malam pertandingan. Namun, pertandingan sebenarnya terjadi 7.000-an kilometer jauhnya.

Malam itu adalah pertandingan babak semifinal Piala Asia U-23 yang berlangsung di Stadion Abdullah bin Khalifa di Doha, Qatar. Ini level tertinggi yang pernah dicapai tim ”Garuda Muda”. Tim asuhan Shin Tae-yong itu masuk semifinal setelah habis-habisan mengandaskan tim kuat Korea Selatan lewat adu penalti.

Harapan menggantung tinggi bahwa Indonesia bisa menang lagi. Kalau menang, peluang Indonesia berlaga di Olimpiade 2024 Paris bakalan terang. Uzbekistan menjadi lawan Indonesia di babak ini. Prestasi mereka moncer juga. Di ajang itu, gawang Uzbekistan belum pernah kebobolan, bahkan paling produktif mencetak gol. Pun demikian, dukungan warga Indonesia mengalir deras.

Keriuhan di pelataran Stadion GBK itu salah satu buktinya. Kick-off masih dua jam lagi, tapi orang-orang beratribut merah-putih sudah berdatangan. Lahan parkir kendaraan penuh, bahkan sampai area Parkir Timur. Jalan lingkar (ring road) di sekeliling stadion makin ramai. Orang-orang yang sedang joging perlahan menyingkir.

Di jalan lingkar itu, tepatnya di depan Pintu 9, ada dua layar besar. Sementara di area pedestrian Plaza Utara terpasang empat layar besar. Di dua titik yang tersambung inilah konsentrasi massa menonton bareng (nobar) laga gengsi Indonesia versus Uzbekistan terjadi. Semakin malam semakin ramai.

Menjelang tiupan peluit tanda dimulainya pertandingan, arena makin sulit ditembus. Yang sudah ”terjebak” di depan nyaris mustahil mundur ke belakang. Begitu juga sebaliknya. Terlihat sebagian orang duduk di atas pagar, tak ada yang berani menyuruh mereka turun.

Utari (52) adalah salah satu yang ada di arena jalan lingkar. Dia berangkat dari rumahnya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, seusai menunaikan shalat Magrib. Nenek empat cucu ini berangkat sendirian naik MRT Jakarta.

”Di dekat rumah ada sih yang bikin nobar, tapi lebih seru di sini. Tinggal naik MRT sekali udah nyampe,” kata Utari yang mengenakan kaus lengan panjang putih dan kerudung merah ini.

Sebelum pertandingan dimulai, Utari menyantap semangkuk nasi goreng gila yang dibeli Rp 35.000 di dekat situ. Di depan tempatnya bersila ada tas kecil, kipas plastik bertuliskan ”Indonesia”, dan sebotol air minum. Dia belum makan dari rumah. Sepekan sebelumnya saat laga melawan Korsel, Utari juga nobar di GBK.

Saat lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” berkumandang di Stadion Abdullah bin Khalifa, Utari dan ribuan orang lainnya berdiri, khidmat menyanyi bersama. Rasanya seperti pertandingan berlangsung di depan mata, padahal tersambung lewat monitor raksasa. Hadirin duduk lagi ketika lagu kebangsaan Uzbekistan dilantangkan. Gemuruh kian menjadi ketika wasit meniup peluit pembuka laga.

”In-Do-Ne-Sia!” Seru penonton dengan koreografi tangan merentang memunculkan suara mendengung. Utari tak mau ketinggalan. Dia juga ikut menyanyikan lagu ”Garuda di Dadaku” yang kadung melekat sebagai pembakar semangat pendukung atlet Indonesia yang tengah berlaga. Utari sadar suaranya tak akan terdengar oleh Pratama Arhan dan kawan-kawan yang sedang berebut bola di Qatar sana.

”Nyanyi bareng ini bikin senang, lho. Coba kalau nonton sendiri di rumah, disangka orang gila, ’kali, he-he-he…,” ucapnya.

Pemilik usaha penatu ini mengaku tak hafal benar siapa saja nama pemain yang berlaga. Dia juga tak terlalu mengikuti liga sepak bola. Yang dia tahu, Indonesia adalah negaranya yang sedang berjuang merebut posisi di kancah sepak bola internasional.

Berdempet-dempetan bersama suporter lain yang sebagian besar berusia muda dan laki-laki adalah wujud dukungannya, juga menjadi jembatan dengan cucunya yang masuk pembinaan pesepak bola di Bantul, Yogyakarta.

”Tadi cucu saya minta dikirimin video suasana nobar di GBK. Ini mau saya kirim, tapi sinyalnya susah banget, ya,” keluhnya.

Sebelum pertandingan berlangsung, Utari menyerocos tentang cucunya yang bercita-cita jadi pemain bola itu. Dia menunjukkan foto-foto piala yang pernah dimenangi sang cucu. Kebanggaannya meluap-luap.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *