Melemahnya Daya Beli – ”Pay Later”, Siasat Bertahan di Tengah Melemahnya Daya Beli. Di tengah tekanan situasi ekonomi, masyarakat tetap harus memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Berbagai upaya pun ditempuh, salah satunya dengan mengandalkan akses pembiayaan alternatif berupa beli sekarang bayar nanti atau pay later.
Pay later, atau dikenal juga dengan istilah beli sekarang bayar nanti (buy now pay later/BNPL), merupakan 39judi metode pembayaran yang memungkinkan masyarakat memperoleh barang atau jasa terlebih dahulu dan kemudian membayarnya dalam tenggat tertentu (cicilan) berbunga.
Sebagai gambaran, Kompas melakukan simulasi pembelian barang di salah satu lokapasar melalui metode pay later dengan pembelian langsung secara daring. Untuk Iphone 13 berkapasitas memori 128 gigabit dengan harga Rp 10,24 juta, misalnya, tersedia beragam opsi cicilan, mulai dari satu kali per bulan (dibayar lunas pada bulan berikutnya seusai transaksi pembelian) hingga 24 kali selama dua tahun.
Nilai angsuran terendah dipatok Rp 638.398 per bulan yang diangsur selama 24 kali, sedangkan pilihan angsuran 18 kali dipatok senilai Rp 821.504 per bulan. Selanjutnya, untuk angsuran 12 kali dipatok senilai Rp 1,12 juta per bulan, angsuran 6 kali senilai Rp 1,98 juta per bulan, angsuran 3 kali senilai Rp 3,7 juta per bulan, dan angsuran sekali senilai Rp 10,35 juta per bulan.
Sepintas, besaran angsuran setiap bulan memang akan semakin rendah ketika jangka waktu yang dipilih semakin lama. Namun, semakin lama jangka waktu yang dipilih juga akan membuat total biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan suatu barang semakin membengkak. Ini di luar biaya layanan yang dikenakan Rp 1.000 dan biaya penanganan 1 persen dari harga barang.
Untuk cicilan 24 kali, total biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan Iphone 13 tersebut menjadi Rp 15,31 juta atau lebih tinggi 50,24 persen dibandingkan harga ketika dibeli secara langsung. Sementara itu, total biaya yang dikeluarkan untuk cicilan 12 kali senilai Rp 13,45 juta atau lebih tinggi 31,31 persen dibandingkan membeli secara langsung.
Kendati demikian, pay later masih menjadi opsi yang cukup diminati masyarakat dalam berbelanja. Icha (26), pekerja di Yogyakarta, misalnya, merasa terbantu dengan adanya pay later untuk memenuhi kebutuhannya.
Setiap bulan, Icha memanfaatkan pay later untuk membeli sejumlah produk kecantikan dengan pembelian rata-rata hampir Rp 400.000 per bulan. Selain itu, ia juga memilih memakai pay later tatkala harus mengisi pulsa guna mendapatkan kuota internet Rp 100.000 per bulan.
”Banyak promo yang didapat dari paylater. Selain itu juga bisa menunda pengeluaran, meskipun ujung-ujungnya tetap bayar di bulan depan,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (30/6/2024).
Meski digunakan secara rutin, Icha mengatur batasan penggunaan pay later maksimal Rp 500.000 per bulan. Hal ini diterapkan agar beban cicilan yang harus ditanggungnya setiap bulan tidak membengkak.
Selain untuk kebutuhan sehari-hari, Icha juga pernah terpaksa memilih bertransaksi menggunakan pay later untuk membeli perabotan rumah tangga. Sebab, jika dibeli secara langsung, penghasilan bulanannya tidak akan dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Pengalaman Icha menjadi potret kecil dari pola perilaku masyarakat yang memilih untuk menggunakan pay later dalam berbelanja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meski serupa dengan metode kartu kredit, pay later cenderung lebih banyak diminati masyarakat, antara lain karena dinilai lebih praktis dan mudah diakses.
Berdasarkan Laporan Perilaku Pengguna Paylater Indonesia 2024 yang dirilis oleh Kredivo bersama Katadata Insight Center, pay later menjadi salah satu dari tiga metode pembayaran paling populer bagi masyarakat saat berbelanja secara daring dengan porsi pengguna 70,5 persen pada tahun 2024. Sebaliknya, penggunaan kartu kredit turun dari 15 persen pada 2023 menjadi hanya 9,5 persen pada 2024.
Hasil kajian itu didapat melalui analisis transaksi daring dan luring terhadap lebih dari 2 juta sampel pengguna Kredivo di 34 provinsi Indonesia pada 2023. Selain itu, data tersebut juga didapatkan dari hasil survei daring terhadap hampir 7.000 responden pada 10 Maret-7 April 2024.
Dari survei tersebut, 68 persen konsumen pengguna pay later menyatakan bahwa pay later menjadi bentuk kredit pertama yang mereka dapatkan, terutama bagi kalangan perempuan, milenial, dan konsumen dengan tingkat pengeluaran Rp 1,5-Rp 3 juta (SES C).
Berdasarkan jenis barangnya, terdapat peningkatan pembelian enam produk menggunakan pay later yang utamanya merupakan kebutuhan sehari-hari. Keenam produk tersebut adalah produk makanan, kesehatan dan kecantikan, peralatan kantor dan alat tulis, serta peralatan rumah tangga.
Laporan tersebut juga menunjukkan, sebagian masyarakat beralih ke tenor lebih panjang guna menambah masa cicilan agar dapat meringankan arus kas mereka. Ini terlihat dari 27,2 persen konsumen yang memilih tenor 12 bulan dan 4,2 persen lainnya memilih tenor lebih dari 12 bulan. Di sisi lain, konsumen yang memilih tenor 1 bulan ke bawah cenderung menurun.