Nisab Perak Buat Optimalisasi Khasiat Amal Di Indonesia

Nisab Perak Buat Optimalisasi Khasiat Amal Di Indonesia

Nisab Perak buat Optimalisasi Khasiat Amal di Indonesia – Aplikasi nisab perak akan jumlah orang yang harus menghasilkan amal plaza

salah satu rukun Islam adalah zakat. Ini merupakan kewajiban setelah syahadat, shalat, dan puasa. Zakat merupakan perkara keempat dalam rukun Islam, sebelum menunaikan ibadah haji. Zakat juga punya dampak sosial sangat besar. Zaenal et.al (2024) menyebutkan bahwa zakat punya dampak bagi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat karena bukan semata-mata praktik ibadah ritual impian789.

Hal ini terutama semakin relevan saat dikaitkan dengan potret kemiskinan di Indonesia. Dikutip dari dokumen berjudul ”Macro Poverty Outlook” yang dirilis The World Bank pada April 2025, sebagai negara berpendapatan menengah ke atas sejak 2023, diketahui bahwa pada 2024 masih terdapat 60,3 persen penduduk Indonesia yang dikategorikan miskin.

Kategori ini adalah penduduk yang memiliki penghasilan di bawah 6,85 dollar AS per hari untuk setiap orang di antara 285,1 juta jiwa populasi. Angka kemiskinan ini lebih besar jika dibandingkan dengan Malaysia dengan hanya 1,3 persen orang miskin di antara 35,6 juta jiwa populasi, dan juga lebih besar dibandingkan Thailand dengan 7,1 persen warga miskin di antara 71,9 juta jiwa penduduknya.

Dikutip dari dokumen berjudul ”Kajian Penetapan Besaran Nisab Zakat Pendapatan Aplikasi nisab perak akan jumlah orang yang harus menghasilkan amal plaza dan Jasa Tahun 2024” yang diterbitkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang disusun oleh Zaenal et.al (2024), zakat tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan beragama.

Mananu et.al (2024) menuliskan bahwa kitab suci Al Quran bahkan secara eksplisit menyebutkan sebab adanya kewajiban zakat, yakni adanya penimbunan harta hingga mencapai nisab. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Taubah di ayat 34.

”Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ’gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih” (https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/9?from=1&to=129).

Terdapat dua nisab, atau ukuran batas minimal kepemilikan harta, bagi seorang Muslim sebelum yang bersangkutan wajib mengeluarkan zakat harta Nisab ditetapkan berdasarkan dua nilai ukuran. Masing-masing dalam berdasarkan perhitungan kepemilikan harta senilai emas atau perak dalam berat tertentu.

Dikutip dari dokumen berjudul ”Kajian Penetapan Besaran Nisab Zakat Pendapatan dan Jasa Tahun 2024” yang diterbitkan Baznas, nisab emas setara dengan 85 gram emas dengan zakat yang mesti ditunaikan adalah 2,5 persen. Sementara nisab perak adalah 595 gram perak, yang 2.5 persennya mesti dikeluarkan sebagai zakat. Waktu pelaksanaannya satu tahun sekali. Artinya, jika dalam setahun seseorang memiliki harta diam atau tidak dipakai yang setara dengan 85 gram emas atau 595 gram perak, maka kewajiban zakatnya mestilah dipenuhi.

Manfaat Zakat di Indonesia

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan penting dalam tatanan kehidupan umat Muslim. Sebagai kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, zakat tidak hanya menjadi instrumen ibadah spiritual, tetapi juga memiliki fungsi sosial dan ekonomi yang sangat signifikan. Di Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, zakat memiliki potensi besar untuk mendorong pemerataan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan. Artikel ini akan mengulas berbagai manfaat zakat di Indonesia dari aspek spiritual, sosial, dan ekonomi.

1. Manfaat Spiritual: Pembersihan Harta dan Jiwa
Secara etimologis, zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti bersih, suci, tumbuh, dan berkembang. Dalam konteks spiritual, zakat berfungsi sebagai sarana pembersih harta dan jiwa. Allah SWT berfirman dalam QS. At-Taubah:103:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…”

Dengan menunaikan zakat, seorang Muslim menumbuhkan rasa empati, ketaatan kepada Allah, serta membebaskan dirinya dari sifat kikir dan cinta berlebihan terhadap dunia. Zakat menjadi bukti keimanan yang diwujudkan dalam bentuk kepedulian nyata terhadap sesama.

2. Manfaat Sosial: Menumbuhkan Solidaritas dan Mengurangi Kesenjangan
Di masyarakat, zakat memiliki peran sentral dalam membangun solidaritas sosial. Melalui zakat, jurang antara si kaya dan si miskin bisa dijembatani. Harta yang berputar tidak hanya berkutat di kalangan atas, tetapi mengalir ke golongan yang membutuhkan, seperti fakir miskin, anak yatim, dan orang terlilit utang.

Zakat juga dapat mengurangi potensi konflik sosial akibat ketimpangan ekonomi. Ketika kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi dan hak-hak sosial terdistribusi secara adil, stabilitas sosial lebih mudah dicapai. Di Indonesia, terutama di daerah-daerah dengan angka kemiskinan tinggi, zakat yang dikelola secara efektif terbukti mampu menjadi solusi konkret dalam mengatasi berbagai persoalan sosial.

3. Manfaat Ekonomi: Mendorong Pemberdayaan dan Pertumbuhan
Salah satu manfaat besar zakat dalam konteks Indonesia adalah kontribusinya dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Zakat produktif, yaitu zakat yang tidak sekadar diberikan dalam bentuk konsumsi, tetapi digunakan untuk modal usaha kecil, pelatihan keterampilan, atau bantuan alat kerja, telah terbukti mampu mengubah penerima (mustahik) menjadi pemberi (muzakki).

Contoh konkret dapat dilihat pada program-program pemberdayaan yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan lembaga zakat lainnya seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, dan LAZISNU. Mereka menyalurkan zakat dalam bentuk beasiswa, pelatihan kewirausahaan, bantuan UMKM, dan pembangunan fasilitas kesehatan. Hasilnya, banyak mustahik yang secara bertahap keluar dari kemiskinan dan menjadi mandiri secara ekonomi.

4. Menanggulangi Kemiskinan dan Pengangguran
Data dari BAZNAS menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari Rp300 triliun per tahun. Namun, realisasi penghimpunannya masih berkisar pada angka belasan triliun. Jika potensi ini dapat dimaksimalkan dengan sistem penghimpunan dan distribusi yang efektif, zakat bisa menjadi instrumen besar dalam mengatasi kemiskinan dan pengangguran.

Dengan menyalurkan zakat secara terorganisir dan tepat sasaran, masyarakat miskin dapat mengakses sumber daya untuk meningkatkan taraf hidupnya. Program zakat juga bisa diarahkan untuk membuka lapangan kerja melalui pelatihan dan bantuan permodalan. Dengan demikian, zakat berfungsi sebagai “social safety net” (jaring pengaman sosial) yang memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat.

5. Mendorong Pemerataan Pembangunan
Zakat yang dikumpulkan dan disalurkan secara nasional dapat berkontribusi dalam mempercepat pemerataan pembangunan, terutama di daerah-daerah tertinggal. BAZNAS dan LAZ nasional sudah menjangkau berbagai wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil. Mereka membangun sekolah, klinik kesehatan, irigasi pertanian, dan infrastruktur ekonomi lokal lainnya.

Manfaat ini penting mengingat Indonesia memiliki tantangan geografis yang besar. Banyak daerah yang secara ekonomi tertinggal karena kurangnya akses terhadap fasilitas publik. Zakat menjadi solusi non-anggaran pemerintah yang langsung menyasar masyarakat.

6. Meningkatkan Kepercayaan Publik dan Peran Umat
Zakat juga memiliki dampak terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika masyarakat melihat bahwa lembaga-lembaga zakat bekerja secara transparan, akuntabel, dan berdampak, kepercayaan terhadap institusi Islam pun meningkat. Ini memperkuat peran umat Islam dalam pembangunan nasional.

Zakat yang dikelola secara profesional menunjukkan bahwa nilai-nilai keislaman dapat bersanding dengan prinsip-prinsip modern manajemen, seperti audit, pelaporan, dan tata kelola yang baik. Hal ini memperkuat posisi Islam sebagai agama yang relevan dan solutif di era modern.

7. Menumbuhkan Ekonomi Syariah
Manfaat lain dari zakat adalah kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi syariah. Zakat, bersama dengan wakaf, infaq, dan sedekah, menjadi bagian penting dalam ekosistem ekonomi Islam. Ketika masyarakat semakin sadar akan pentingnya menunaikan zakat dan lembaga-lembaga zakat berkembang, ekosistem ekonomi syariah juga tumbuh.

Bank-bank syariah, koperasi syariah, dan lembaga keuangan mikro syariah dapat bersinergi dengan lembaga zakat untuk menciptakan solusi ekonomi yang berkelanjutan. Ini menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat posisi sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia.

Kesimpulan

Zakat di Indonesia memiliki manfaat yang sangat luas dan mendalam, baik secara spiritual, sosial, maupun ekonomi. Dalam konteks negara yang masih menghadapi masalah kemiskinan, ketimpangan sosial, dan pengangguran, zakat merupakan solusi yang tidak hanya berbasis pada ajaran agama, tetapi juga berdaya guna secara praktis.

Namun, agar manfaat zakat dapat dirasakan secara maksimal, diperlukan sinergi antara pemerintah, lembaga zakat, tokoh agama, dan masyarakat. Edukasi mengenai pentingnya zakat, transparansi pengelolaan, serta inovasi program pemberdayaan harus terus ditingkatkan. Jika dikelola dengan baik, zakat bukan hanya sekadar kewajiban keagamaan, tetapi juga jalan menuju Indonesia yang lebih adil, makmur, dan sejahtera.
Aplikasi nisab perak akan membuat jumlah orang yang harus menghasilkan amal plaza jadi terus menjadi banyak.
Penentuan nisab

Terdapat tantangan terkini dalam keputusan untuk menentukan pilihan penggunaan nisab zakat. Apakah menggunakan nisab emas atau nisab perak?

Perbedaan dan atau pemilihan nisab zakat tersebut membawa konsekuensi signifikan terhadap kesejahteraan umat. Bahkan, secara makro dapat memengaruhi pula perekonomian negara. Penggunaan nisab emas cenderung menempatkan sebagian orang sebagai pihak-pihak yang wajib menunaikan zakat mal.

Akan tetapi, implementasi nisab perak bakal membuat jumlah orang yang wajib mengeluarkan zakat mal menjadi semakin banyak. Hal ini menyusul turunnya batas minimal kepemilikan harta dalam setahun bagi seseorang sebelum ia harus menunaikan kewajiban zakat harta atau mal.

Mananu et.al (2024) mencatat, terdapat tiga pendapat terkait penentuan nisab zakat. Khususnya tatkala terdapat perbedaan nilai yang besar antara nisab emas dan perak.

Pertama, wajib mengikuti nisab emas. Kedua, wajib mengikuti nisab perak. Ketiga, menggunakan nisab yang nilainya paling rendah di antara emas atau perak. Ketiga pendapat tersebut diketahui memiliki dasar hukum yang kuat. Namun, penggunaan nisab perak lebih tepat menyusul nilainya yang lebih rendah dibandingkan emas. Penggunaan nisab perak lebih aman bagi muzaki dan lebih bermanfaat bagi fakir miskin (Mananu et.al, 2024).

Penggunaan nisab perak yang disebut lebih aman bagi muzaki karena memastikan dipenuhi kewajiban zakat. Hal ini terutama saat dikaitkan dengan dinamika dan fluktuasi kondisi ekonomi. Khususnya jika dihubungkan dengan konteks Indonesia, yang variasi tingkat pendapatan penduduknya relatif luas.

Nisab perak menawarkan patokan atau ukuran yang lebih terjangkau dan lebih pasti kepada lebih banyak orang untuk bisa turut menunaikan rukun Islam yang keempat dan turut dalam tanggung jawab sosial sebagai anggota masyarakat ini.

Masih dikutip dari Mananu et.al (2024), yang mengutip fatwa Lajnah Daimah (serupa dengan Majelis Ulama di Indonesia), ukuran nisab zakat untuk dollar atau mata uang lain adalah senilai 20 mitsqal (85 gram) emas. Atau, 140 mitsqal (595 gram) perak. Nisab yang dipilih merupakan yang paling menguntungkan bagi fakir miskin.

Zakat dan kemiskinan

Jika hal tersebut dihadapkan dengan data kemiskinan di tengah masyarakat pada saat ini, penggunaan nisab perak merupakan pilihan yang relatif lebih cocok. Jumlah muzaki atau orang Islam yang wajib menunaikan zakat bertambah banyak. Selain itu, jumlah mustahik atau orang yang berhak menerima zakat menurut ketentuan Islam juga semakin banyak yang bisa dijangkau dan menerima zakat tersebut.

Selain manfaat secara ekonomi, baik dalam level individu, komunitas, maupun negara, juga terdapat keuntungan dari sisi sosial. Lebih banyak mustahik yang bisa dijangkau untuk menjadi penerima zakat berarti pula terwujudnya perluasan kesetaraan dalam penerimaan zakat.

Keniscayaan tersebut menjadi semakin logis saat dihubungkan dengan data kemiskinan di Indonesia. Hal ini sebagaimana data Badan Pusat Statistik (BPS), selain data kemiskinan di Indonesia versi Bank Dunia sebagaimana telah disebutkan di bagian awal tulisan.

Dikutip dari dokumen Berita Resmi Statistik edisi 1 Juli 2024 yang diterbitkan BPS, garis kemiskinan pada Maret 2024 di perkotaan dan perdesaan naik 5,90 persen saat dibandingkan dengan Maret 2023. Garis kemiskinan merupakan ukuran minimal per bulan bagi seseorang dalam memenuhi kebutuhan pokok hidup yang terdiri dari komponen makanan dan bukan makanan. Pada Maret 2023, garis kemiskinan tersebut adalah Rp 550.458. Sementara pada Maret 2024, garis kemiskinan sejumlah Rp 582.932. Kenaikan harga komoditas pokok mendorong kenaikan tersebut.

Hal ini sekalipun jumlah penduduk miskin tercatat turun. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 adalah 25,22 juta orang. Jumlah tersebut turun 0,68 juta orang jika dibandingkan dengan Maret 2023, yang mencatatkan 25,90 juta orang penduduk miskin (BPS, 2024).

Namun, penting untuk tetap dicatat bahwa zakat tidak dimaksudkan untuk mengatasi kemiskinan. Namun, zakat memberikan kesempatan bagi orang miskin untuk mengentaskan dirinya dari kemiskinan. Kita terlahir berbeda, tetapi setidaknya kita memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan taraf ekonomi dan kesejahteraan hidup.

Nisab perak

Mananu et.al (2024) menambahkan bahwa secara umum, untuk masyarakat berpenghasilan rendah, bahkan di bawah standar, penggunaan nisab zakat harta yang paling sesuai adalah perak. Indonesia termasuk di dalamnya. Salah satu faktanya, negara Indonesia setiap tahun harus menambah utang luar negeri sebagai penanda bahwa masyarakat dan negara ini adalah masyarakat dan negara yang membutuhkan bantuan zakat. Istilah lainnya, masyarakat dan negara ini adalah mustahik yang berhak menerima zakat.

Penggunaan nisab perak akan semakin memperluas inklusi terhadap orang-orang yang wajib membayar zakat harta. Pada saat bersamaan, terjadi pula perluasan kesetaraan terhadap orang-orang yang berhak menerima zakat.

Hal ini selaras dengan tujuan utama zakat untuk membersihkan harta pemberi zakat dan memberikan dukungan ekonomi kepada mereka yang kurang beruntung. Selain itu, pada saat yang sama, mempererat solidaritas sosial. Penggunaan nisab perak, dengan ambang batas yang lebih rendah, lebih mampu mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Terutama saat dikaitkan dengan realitas ekonomi terkini, tatkala nilai emas telah meningkat jauh melampaui nilai perak.

Selain itu, penting pula untuk disadari bahwa jika hanya nisab emas yang digunakan, relevansi dan penerapan nisab perak menjadi berkurang. Padahal, nisab perak merupakan patokan yang sah dan otoritatif dalam ajaran Islam.

Perbedaan nilai yang sangat besar antara nisab emas dan perak membuat standar emas menjadi sangat tinggi. Hal ini memiliki potensi mengecualikan orang-orang yang memiliki jumlah kekayaan cukup dalam setahun untuk bisa menunaikan zakat mal. Dengan demikian, nisab perak memperluas cakupan tentang siapa saja yang bisa berkontribusi untuk mengeluarkan zakat mal.

Kekhawatiran perihal kemungkinan bahwa nisab perak bakal memberatkan orang-orang dengan penghasilan rendah juga tidak akan terjadi. Perak sebagai standar nisab zakat cenderung lebih fokus kepada segmen masyarakat kelas menengah dengan kemampuan untuk menyimpan harta selama setahun sejumlah nisab perak yang telah ditetapkan.

Penting juga untuk tetap digarisbawahi bahwa nisab perak tidak berarti kepemilikan perak dalam setahun yang membuat seseorang wajib menunaikan zakat harta. Akan tetapi, kepemilikan harta dalam setahun yang setara dengan nisab perak.

Penggunaan lafaz harta dalam perintah kewajiban zakat, dan bukan menggunakan lafaz emas dan perak, menunjukkan bahwa ’illah (sebab) kewajiban zakat bukan karena hartanya berupa emas dan perak, melainkan karena harta tersebut telah mencapai nilai nisab emas atau nisab perak sehingga wajib diambil dan diberikan kepada fakir miskin sebagai harta infak di jalan Allah SWT (Mananu et.al, 2024).

Dalam konteks di Indonesia per hari ini (28 April 2025), misalnya, harga per gram perak sebagaimana dikutip dari laman adalah Rp 19.142,29. Jika harga tersebut dikalikan dengan nisab perak yang sebanyak 595 gram, maka hasilnya adalah Rp 11.389.662,55. Artinya, seseorang dengan harta Rp 11.390.000, yang dalam setahun tidak dipakai atau ditahan, sudah memenuhi syarat untuk wajib menunaikan zakat mal. Besarannya adalah 2,5 persen. Jadi, nilai yang wajib dikeluarkan satu kali dalam satu tahun adalah Rp 284.750.

Sartono et.al (2023) dalam riset berjudul ”Silver as Nishab Zakat to Improve Community Welfare in the Modern Era” menyebutkan bahwa pengukuran nisab zakat uang dengan nisab zakat perak bukanlah sesuatu yang dilakukan secara sembarangan. Akan tetapi, hal itu merujuk pula pada pendapat para ulama otoritatif menyusul dampak positif dan manfaat bagi masyarakat serta dapat mengoptimalkan potensi umat Islam dalam berzakat agar lebih prospektif dan progresif.

Prioritas penentuan

Manfaat pengunaan nisab perak untuk semakin mengurangi angka kemiskinan serta memberdayakan mustahik akan berdampak terhadap peningkatan geliat perekonomian nasional. Sebagai efek lanjutannya, ketergantungan terhadap utang atau bantuan luar negeri akan cenderung berkurang.

Investasi yang mengarah pada sejumlah program dan proyek pemberdayaan komunitas di akar rumput juga berpotensi akan semakin marak. Penguatan ekosistem keuangan yang lebih inklusif, terutama perekonomian berbasis syariah, bakal relatif lebih mudah diwujudkan guna menjadikan Indonesia sebagai ekosistem ekonomi syariah terbesar di dunia.

Kondisi termutakhir yang mendesak sehubungan dengan angka kemiskinan dan geliat perekonomian nasional membuat pertimbangan dan perumusan serta penetapan nisab perak sebagai acuan dalam menunaikan kewajiban zakat mal perlu segera dilakukan.

Kalangan alim ulama, pengasuh pondok pesantren, pemerintah, serta organisasi seperti Baznas perlu segera duduk bersama untuk mengoptimalkan zakat sebagai instrumen penting dalam melakukan transformasi sosial dan ekonomi di Indonesia. Mewujudkan peran dan fungsi sejati zakat untuk memastikan terpenuhinya tanggung jawab dari kelompok masyarakat mampu, meningkatkan taraf kehidupan fakir miskin, dan memperkuat ikatan-ikatan sosial kemasyarakatan dalam bingkai negara dan bangsa Indonesia.

Ingki Rinaldi, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam III Tangerang Selatan dan Santri dari KH Muhammad Yusron Shidqi, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam II Depok

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *