Ormas Keagamaan Kelola Tambang – Utak-atik Regulasi agar Ormas Keagamaan Bisa Kelola Tambang. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara menjadi ”karpet merah” bagi badan usaha organisasi kemasyarakatan keagamaan untuk mengelola tambang. Pemerintah mengklaim hal itu sudah sesuai sakaw39 dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Di sisi lain, pemerintah telah menyiapkan enam wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) eks perjanjian karya pengusaha pertambangan batubara (PKP2B) yang dapat diberikan secara prioritas kepada badan usaha ormas keagamaan.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, di Jakarta (7/6/2024), mengatakan, semua berawal dari aspirasi ormas-ormas keagamaan yang disampaikan kepada Presiden Joko Widodo saat melakukan perjalanan daerah. Bagaimana agar ormas-ormas keagamaan bisa lebih mendapat peran. Tidak hanya sebagai obyek, tetapi subyek.
Atas dasar aspirasi itu, pemerintah coba mencarikan jalan yang diklaim sesuai aturan. Pemerintah pun melihat dalam Pasal 6 poin 1 Ayat (j) UU No 3/2020 yang merupakan revisi terhadap UU No 4/2009 tentang Pertambangan Minerba. Disebutkan pemerintah berwenang melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas.
”Atas dasar itu, maka PP kemudian kita lakukan perubahan, di mana PP ini mengakomodasi tentang pemberian IUPK kepada ormas keagamaan yang mempunyai badan usaha,” kata Bahlil.
Pasal 6 dalam UU No 3/2020 memang menyebutkan sejumlah kewenangan pemerintah pusat dalam pengelolaan tambang mineral dan batubara, salah satunya menawarkan WIUPK secara prioritas. Namun, terkait dengan izin usaha pertambangan khusus (IUPK), dijelaskan pada Pasal 75 bahwa badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD)-lah yang mendapat prioritas.
Apabila tidak ada BUMN dan BUMD yang tidak berminat, IUPK dapat diberikan kepada badan usaha swasta. Namun, IUPK untuk badan usaha swasta hanya dapat dilakukan dengan cara lelang WIUPK.
Adapun perubahan dalam PP No 25/2024 adalah munculnya ormas dalam pasal baru, yakni Pasal 83A. Pasal itu menyebut WIUPK dapat ditawarkan secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan. Adapun WIUPK yang dimaksud merupakan eks PKP2B.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar mengatakan, UU harus dibaca sebagai satu kesatuan. ”Soal prioritas itu kan ada sejumlah pasal, dipecah-pecah. Ada untuk IUP (izin usaha pertambangan) dan IUPK (izin usaha pertambangan khusus). Betul bahwa pemerintah berwenang memberinya, tetapi kan ada urutannya, BUMN dan BUMD, baru kemudian swasta,” katanya.
Menurut Bisman, menambahkan norma baru seperti menghadirkan ormas keagamaan yang tidak ada dalam UU Minerba tidak bisa dilakukan. Artinya, jika PP No 25/2024 dijalankan, berarti ada pelanggaran UU.
Pihak mana pun, termasuk badan usaha ormas, selama ini sebenarnya boleh-boleh saja untuk mengajukan permohonan mendapat IUPK asalkan memenuhi syarat.
Ia juga menyangsikan tujuan pemberian hak izin tambang pada ormas keagamaan. ”Apakah dengan memberikan hak istimewa izin tambang kepada ormas keagamaan, masyarakat lantas sejahtera?” ungkapnya.
Semestinya, kata Bisman, yang perlu dilakukan pada industri pertambangan adalah langkah yang fokus untuk memperbaiki tata kelola tambang dan membersihkan tambang dari korupsi. ”Jangan sampai keterlibatan ormas keagamaan ini malah menimbulkan korupsi baru, misalnya tak dilakukannya lelang (sejak awal) dan ada kerugian negara. Malah kasihan ormas, yang sejatinya luhur dan mulia, tetapi bisa terjebak pada perilaku seperti itu,” katanya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, ada enam WIUPK eks PKP2B yang dapat diberikan secara prioritas kepada badan usaha ormas keagamaan. Beberapa PKP2B itu telah diselesaikan beberapa tahun lalu, menjadi izin IUPK, dengan syarat ada penciutan lahan yang dikuasai. Lahan yang telah kembali ke negara itulah yang dapat diberikan ke ormas keagamaan.
”PKP2B itu kan sudah diselesaikan. Kan kami lihat, (oleh perusahaan pemegang PKP2B) sebelumnya, ada yang dikerjakan tidak sampai separuh (dari luas lahan yang diberikan). Jadi, ditarik untuk dikasih kesempatan untuk yang lain,” ujar Arifin.
Arifin menuturkan, lantaran yang tersedia enam WIUPK, maka akan diberikan kepada ormas keagamaan yang besar, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dari agama Islam. Begitu pun pilar-pilar atau ormas keagamaan besar dari agama-agama lain. Apabila hanya ada satu WIUPK yang diminati, lima lainnya akan dilelang untuk swasta.
Sebelumnya, pihak BPKM menyebut sejauh ini baru Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mengajukan permohonan IUPK, yang statusnya masih dalam proses. Adapun ormas keagamaan lain, termasuk Pengurus Pusat Muhammadiyah, memilih berhati-hati dan mengukur diri jika memang ditawari izin tambang oleh pemerintah.