Pembangkit Listrik Bergantung Migas

Pembangkit Listrik Bergantung Migas - Era Transisi Energi, Pembangkit Listrik Masih Akan Bergantung pada Migas

Pembangkit Listrik Bergantung Migas – Era Transisi Energi, Pembangkit Listrik Masih Akan Bergantung pada Migas

Minyak dan gas bumi, yang merupakan energi fosil, masih akan diperlukan meskipun secara persentase akan berkurang karena energi terbarukan bakal terus tumbuh di era transisi energi. Peran migas bakal tetap krusial, terutama untuk sektor transportasi dan pembangkit listrik, yang juga bakal menjaga ketahanan energi di masa mendatang.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, pada pembukaan Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention & Exhibition 2024, di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (14/5/2024), mengatakan, saat ini tren dunia ialah mengadopsi sumber energi yang lebih bersih dan energi terbarukan. Namun, kondisi itu memunculkan pertanyaan terkait masa depan industri hulu migas.

Berdasarkan BP Energy Outlook, dengan skenario Accelerated dan Net Zero, total konsumsi energi nexwin77 akhir, termasuk migas, mencapai puncak pada pertengahan hingga akhir 2020. Sebaliknya, dalam skenario New Momentum, yang mencermikan sistem energi saat ini, total konsumsi energi akhir meningkat hingga sekitar tahun 2040, kemudian baru stabil pada 2050.

”Di Indonesia, selama masa transisi menuju emisi nol bersih (NZE) 2060, migas bakal terus berperan penting dalam mengamankan pasokan energi, khususnya dalam transportasi dan pembangkit listrik. Gas akan digunakan sebagai jembatan menuju penerapan 100 persen pembangkit listrik energi terbarukan,” kata Arifin.

Arifin menambahkan, dalam memenuhi permintaan migas, Indonesia saat ini fokus mengoptimalkan eskplorasi migas. Apalagi, dari 128 cekungan hidrokarbon yang ada di Indonesia, 68 di antaranya belumlah dieksplorasi sehingga peluang pengembangan hulu migas masih besar.

Di samping itu, penerapan penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS) dalam industri hulu migas juga bagian dari upaya pengurangan emisi di tengah transisi energi. Bukan sekadar menangkap dan menyuntikkan karbon, tetapi ke depan ada potensi keekonomian yang didapat dari penerapan CCS tersebut.

Saat ini sudah ada dua regulasi terkait CCS. Pertama ialah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kegiatan CCS/CCUS (dengan utilisasi) pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Kedua, Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon.

”Terdapat 15 proyek CCS/CCUS dalam berbagai tahap. Dengan total sumber daya penyimpanan CO2 lebih dari 500 gigaton, kami yakin Indonesia mempunyai peluang untuk perluasan pengembangan bisnis CCS/CCUS,” ujar Arifin.

Penandatanganan kontrak

Di sela-sela pembukaan IPA Convex 2024, Selasa, dilakukan penandatanganan kontrak bagi hasil (PSC) wilayah kerja Ketapang di Laut Jawa dengan Petronas (perpanjangan kontrak). Juga penandatanganan kontrak untuk wilayah kerja Bobara di Papua Barat, yang merupakan hasil lelang wilayah kerja tahap III tahun 2023 yang dimenangkan Petronas Carigali North Madura II, anak usaha Petronas.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menuturkan, untuk wilayah kerja Ketapang, jangka waktunya selama 20 tahun mengingat wilayah kerja tersebut ialah wilayah kerja produksi. Sementara pada wilayah kerja Bobara, yang merupakan wilayah kerja eksplorasi, jangka waktu selama 30 tahun. Adapun total investasi keduanya 96,92 juta dollar AS dengan total bonus tanda tangan 1,05 juta dollar AS.

”Pemerintah berharap para KKKS lebih berperan aktif dalam meningkatkan cadangan dan mempertahankan produksi minyak dan gas bumi. (Juga) memenuhi kebutuhan energi nasional di masa datang,” ujarnya.

Di samping itu, pada IPA Convex 2024, pemerintah juga mengumumkan lelang untuk wilayah kerja Pesut Mahakam di daratan Kalimantan Timur; wilayah kerja Panai di darat dan lepas pantai Sumatera Utara serta Riau; wilayah kerja Central Andaman di laut lepas bagian utara Sumatera; wilayah kerja Amanah di daratan Sumatera Selatan; dan wilayah kerja Melati di daratan serta laut lepas Sulawesi Tenggara.

Presiden IPA Yuzaini Bin Md Yusof menuturkan, menuju target Indonesia Emas 2045, akan terjadi pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan populasi di Indonesia. Hal itu juga akan meningkatkan permintaan energi. Oleh karena itu, Indonesia harus mengamankan serta meningkatkan pasokan energi domestik meski harus menghadapi penurunan produksi serta mitigasi emisi gas rumah kaca.

”Investasi industri hulu migas perlu dipacu demi memenuhi target produksi (1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030). Bagaimanapun, untuk mengapitalisasi potensi yang ada, Indonesia harus mengintensifkan daya tarik bagi investor. Kebijakan fiskal dan nonfiskal dibutuhkan,” kata Yuzaini.

Adapun IPA Convex 2024 berlangsung pada 14-16 Mei 2024. Selain diisi berbagai diskusi tentang industri hulu migas, juga terdapat pameran yang diikuti sejumlah perusahaan migas, baik nasional maupun multinasional. Acara itu juga menjadi agenda bisnis di sektor hulu migas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *