Potensi Kerugian Masyarakat

Potensi Kerugian Masyarakat - Selama 4 Tahun, Potensi Kerugian Masyarakat Capai Rp 485,4 Miliar. Ombdusman RI mencatat potensi

Potensi Kerugian Masyarakat – Selama 4 Tahun, Potensi Kerugian Masyarakat Capai Rp 485,4 Miliar. Ombdusman RI mencatat potensi kerugian masyarakat dari berbagai aduan terkait pelayanan publik di sektor ekonomi selama 2021-2024 mencapai Rp 484,4 miliar.

Otoritas Jasa Keuangan menjadi salah satu instansi yang paling banyak diadukan masyarakat terkait dengan laporan https://94.237.96.214/ terbanyak terhadap perbankan, perasuransian, dan penjaminan.

Berdasarkan data Ombudsman RI, total laporan masyarakat yang telah ditangani selama 2021-2024 sebanyak 242 laporan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 133 laporan atau 46,7 persen telah terselesaikan dan 109 laporan atau 53,3 persen masih dalam tahap penanganan.

”Kami hitung potensi penyelamatan kerugian masyarakat sebesar Rp 485,4 miliar dari 242 laporan. Namun, yang sudah diselesaikan hingga saat ini ialah 133 laporan, kerugian masyarakat dinilai sebesar Rp 398,96 miliar. Jadi, Ombudsman hingga saat ini paling tidak sudah mencapai 82,19 persen dari total potensi penyelamatan,” kata anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam media briefing terkait Update Pengawasan Pelayanan Publik di Sektor Ekonomi secara hibrida, Jumat (14/6/2024).

Perhitungan valuasi kerugian masyarakat tersebut didasarkan pada nilai kerugian material dari setiap laporan masyarakat atau bersifat klaim dari masyarakat. Adapun realisasi kerugian tersebut berpotensi tidak sesuai dengan yang telah dilaporkan.

Yeka menyebut, jumlah aduan yang paling banyak diterima di sektor perekonomian berdasarkan substansinya ialah sektor keuangan sebanyak 124 laporan. Laporan tersebut terdiri dari sektor perbankan, perasuransian, dan penjaminan.

Sementara itu, lima instansi yang paling banyak dilaporkan ialah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, dan PT Perikanan Indonesia (Persero). OJK paling banyak dilaporkan dengan jumlah mencapai 94 laporan atau sekitar 38,84 persen dari total laporan yang diterima.

”Mengapa OJK? Karena OJK itu pengawas sektor keuangan. Jadi, kalau ada masalah di sektor keuangan, first defend-nya itu adalah OJK dulu. Akan tetapi, kalau penanganan OJK dinilai masyarakat tidak memuaskan, boleh masyarakat melaporkan ke Ombudsman atas layanan yang diberikan OJK,” katanya.

Salah satu contoh laporan mengenai sektor keuangan tersebut adalah terkait pencairan premi polis oleh salah satu perusahaan asuransi yang diduga tidak sesuai dengan penawaran awal (misseling). Dalam hal ini, pelapor telah menyampaikan aduan kepada OJK, tetapi masalah tidak kunjung diselesaikan.

Akhirnya, Ombudsman RI menjadi katalisator penyelesaian masalah tersebut dan premi asuransi pelapor pun dapat dicairkan sesuai dengan laporan senilai Rp 150 juta. Selain itu, ada pula laporan masyarakat terkait dengan gagalnya pencairan deposito senilai Rp 15,58 miliar lantaran bilyet tidak tercatat dalam sistem milik bank.

Setelah ditelusuri, ternyata tidak tercatatnya bilyet deposito tersebut disebabkan oleh pemalsuan nomor bilyet oleh oknum pegawai bank. Adapun dana nasabah senilai Rp 15,58 miliar tersebut pada akhirnya dapat dicairkan setelah ditangani Ombudsman RI.

Yeka menambahkan, terdapat beberapa obyek yang menjadi pengawasan Ombudsman RI pada sektor perekonomian. Pengawasan tersebut meliputi bantuan pangan, layanan bea dan cukai, layanan BP Tapera, layanan tata kelola industri kelapa sawit, penyaluran elpiji subsidi 3 kilogram, serta pupuk bersubsidi.

Lebih lanjut, Ombudsman RI turut menerima laporan terhadap Bappebti, yakni sebanyak 30 laporan atau 12,4 persen dari total laporan yang diterima. Laporan tersebut terutama dengan subyek sistem perdagangan alternatif yang dinilai telah merugikan masyarakat.

Hingga 31 Mei 2024, OJK telah menerima 158.483 permintaan layanan melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK), termasuk 11.701 pengaduan. Pengaduan ini terdiri dari sektor perbankan sebanyak 4.193 aduan, industri financial technology sebanyak 4.275 aduan, industri perusahaan pembiayaan sebanyak 2.529 aduan, serta industri perusahaan asuransi sebanyak 547 aduan.

”Dapat kami sampaikan tingkat penyelesaian pengaduan OJK mencapai 77,83 persen,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, dalam paparan Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK Juni 2024 secara daring, Senin (10/6/2024).

Sebagai langkah penegakan hukum terkait ketentuan pelindungan konsumen, lanjut Friderica, OJK telah memberikan sanksi surat peringatan tertulis kepada 39 pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), surat perintah kepada 3 PUJK, dan denda kepada 24 PUJK. Adapun 67 PUJK telah mengganti rugi terhadap 206 pengaduan senilai Rp 68,46 miliar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *