Program Prioritas Pemerintah – Program Prioritas Pemerintah Bisa Ubah Neraca Komoditas. Pemerintah memperbarui acuan ekspor dan impor komoditas yang dibutuhkan masyarakat dan industri melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas. Neraca dapat diubah dalam kondisi tertentu, termasuk jika menyangkut program prioritas pemerintah.
Regulasi baru yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 21 Mei 2024 itu menggantikan Perpres 32 Tahun 2022 tentang hal yang sama. Regulasi akan berlaku mulai 20 Juni 2024.
Neraca komoditas merupakan data dan informasi yang memuat situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional. Data dan informasi itu harus terverifikasi dan berasa dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti jpslot138 kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, serta pelaku usaha atau asosiasi.
Fungsi neraca adalah sebagai dasar penerbitan persetujuan ekspor dan impor serta acuan data dan informasi situasi konsumsi dan produksi suatu komoditas berskala nasional. Selain itu, neraca itu bisa menjadi acuan data dan informasi kondisi serta proyeksi pengembangan industri nasional dan acuan penerbitan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang ekspor dan impor.
Dalam Pasal 24 perpres itu tercantum, neraca komoditas yang telah ditetapkan pemerintah itu dapat diubah dalam kondisi tertentu. Kondisi tertentu itu berupa bencana alam, bencana nonalam, investasi baru, program prioritas pemerintah, dan kondisi lainnya.
Kondisi lainnya yang dimaksud itu meliputi pengajuan baru dan pengajuan perubahan rencana kemudahan. Selain itu, bisa berupa pengajuan kembali permohonan usulan rencana kebutuhan yang sebelumnya ditolak.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, Sabtu (25/5/2024), mengatakan, prinsip dasar perpres itu adalah menjaga keseimbangan kebutuhan dan produksi komoditas yang dibutuhkan masyarakat dan industri. Agar kesimbangan itu terjaga baik, data neraca komoditas harus akurat.
”Akurasi data neraca itu penting lantaran bakal menjadi penentu tepat atau tidaknya kebijakan impor atau ekspor komoditas. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru merugikan produsen atau industri di dalam negeri,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Menurut Faisal, prinsip serupa juga berlaku pada neraca komoditas yang terkait program-program prioritas pemerintah. Dalam pembangunan infrastruktur, misalnya, impor besi-baja untuk proyek itu harus terukur agar tidak merugikan industri besi-baja domestik.
Yang kerap terjadi justru impor yang diprioritaskan. Alasannya beragam, mulai dari mengejar target cepat rampung hingga besi-baja buatan dalam negeri tidak memenuhi spesifikasi dan harganya lebih mahal.
”Alasan itu terus muncul selama satu dekade terakhir tanpa disertai upaya mengoptimalkan pembangunan kapasitas dan kualitas besi-baja di dalam negeri,” katanya.
Minum susu gratis
Di era pemerintahan baru nanti, Perpres No 61/2024 itu berpotensi menjadi karpet merah bagi program Makan Bergizi dan Minum Susu Gratis. Program itu merupakan salah satu program prioritas presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Program itu dinilai dapat memengaruhi lonjakan kebutuhan pangan. Kalau tidak diikuti dengan peningkatan produksi di dalam negeri, neraca komoditas terkait itu bakal defisit.
Faisal menuturkan, program Minum Susu Gratis akan membuat defisit neraca komoditas susu semakin besar. Untuk mengimbangi kebutuhan konsumsi dengan produksi susu, pemerintah berencana mengimpor sapi perah.
Namun, untuk menyediakan kandang, mendatangkan dan memelihara sapi, hingga memproduksi susu butuh waktu lama. Agar janji politik itu segera terealisasi, pada akhirnya, pemerintah justru memilih mengimpor susu.
”Optimalkan dulu produksi susu di dalam negeri yang sudah ada saat ini. Libatkan produsen dan usaha kecil menengah susu. Jangan sampai program itu justru menjadi bancakan bagi perusahaan-perusahaan besar,” tutur Faisal.
Program Susu Gratis menyasar 82,9 juta orang, meliputi pelajar, santri, dan ibu hamil, dengan total kebutuhan susu 4,1 juta ton per tahun. Program itu akan menyebabkan rerata kebutuhan susu tahunan bertambah dari 4,6 juta ton menjadi 8,7 juta ton.
Dengan rata-rata produksi tahunan susu nasional sebanyak 0,9 juta ton, akan terjadi defisit susu 7,8 juta ton atau setara 2 juta sapi perah. Tanpa program itu, defisit susu tersebut sebanyak 3,9 juta ton.