Relaksasi HAP Gula

Relaksasi HAP Gula - Relaksasi HAP Gula di Tingkat Konsumen dan Ritel Diperpanjang Lagi.  Badan Pangan Nasional memperpanjang lagi

Relaksasi HAP Gula – Relaksasi HAP Gula di Tingkat Konsumen dan Ritel Diperpanjang Lagi.  Badan Pangan Nasional memperpanjang lagi relaksasi harga acuan pembelian atau HAP gula konsumsi di tingkat konsumen atau ritel.

Perpanjangan HAP itu berlaku hingga pemerintah menetapkan HAP tetap atau permanen.

Perpanjangan relaksasi HAP itu diatur dalam Surat Edaran (SE) Badan Pangan burung77 Nasional (Bapanas) Nomor 425/TS.02.02/B/06/2024. SE itu ditandatangani Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa atas nama Kepala Bapanas pada 26 Juni 2024.

Secara umum, HAP sementara gula konsumsi di tingkat ritel atau konsumen itu masih sama, yakni Rp 17,500 per kilogram (kg). Namun, khusus Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan wilayah 3TP (tertinggal, terdepan, terpencil, dan perbatasan), HAP itu Rp 18.500 per kg.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, Jumat (28/6/2024), mengatakan, kebijakan relaksasi lama akan berakhir pada 30 Juni 2024. Melalui SE yang baru, kebijakan relaksasi HAP gula itu diperpanjang mulai 1 Juli 2024 sampai dengan terbitnya peraturan Bapanas yang baru.

”Saat ini, kami tengah mematangkan rancangan Peraturan Bapanas tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bapanas Nomor 11 Tahun 2022 yang juga akan mengatur HAP gula konsumsi,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.

Arief menjelaskan, perpanjangan kebijakan relaksasi itu bertujuan untuk memastikan ketersediaan stok gula konsumsi di dalam negeri. Kebijakan itu juga mempertimbangkan kenaikan harga acuan pembelian gula di tingkat petani dari Rp 12.500 per kg menjadi Rp 14.500 per kg.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menilai, harga lelang gula petani juga dipengaruhi HAP gula konsumsi di tingkat konsumen. Jika HAP sementara gula konsumsi di tingkat konsumen tidak diperpanjang, harga lelang gula petani berpotensi turun.

Saat ini, harga lelang gula petani berada di kisaran Rp 14.550-Rp 14.820 per kg. Harga tersebut di atas harga acuan pembelian sementara gula di tingkat petani Rp 14.500 per kg.

”Kendati begitu, kami masih khawatir harga lelang gula petani akan turun ke depan seiring bertambahnya produksi gula musim giling tahun ini. Untuk itu, kami berharap pemerintah turut mengawasi pembentukan harga lelang gula petani,” katanya.

Musim giling tebu pada tahun ini berlangsung pada Mei-Oktober. Berdasarkan Panel Harga Pangan Bapanas, per 28 Juni 2024, pukul 13.15, harga rerata nasional gula konsumsi di tingkat konsumen Rp 18.090 per kg. Harga tersebut lebih rendah dibandingkan dengan harga rerata pada awal musim giling tebu, yakni Mei 2024, yang mencapai Rp 18.360 per kg. Namun, secara tahunan, harganya telah melonjak 19,78 persen.

Saat ini, harga gula konsumsi di tingkat konsumen terendah berada di Kepulauan Riau, yakni Rp 16.560 per kg. Adapun harga gula tertinggi berada di Papua Pegunungan, yaitu Rp 31.140 per kg.

Sementara itu, Holding Perkebunan Nusantara PT Perkebunan Nusantara III (Persero) berkomitmen untuk meningkatkan produksi tebu rakyat menuju swasembada gula 2028. Untuk mencapainya, diperlukan organisasi khusus yang menangani tebu rakyat dan pengenaan levy atau pungutan gula impor.

Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Mohammad Abdul Ghani menuturkan, PTPN III akan membentuk organisasi internal perusahaan yang menangani tebu rakyat dalam 2-3 bulan ke depan. Organisasi yang selama ini belum pernah ada itu akan bekerja sama dengan petani mulai dari perencanaan, tanam, perawatan, hingga tebang tebu.

”Saat ini kami sedang menjalankan proyek percontohan pendampingan itu di Jatiroto, Jawa Timur. Produktivitas gula yang semula 4-5 ton per hektar ditargetkan bisa meningkat menjadi 8 ton per hektar,” tuturnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan, Jakarta, pada 25 Juni 2024.

Ghani menjelaskan, pembentukan organisasi khusus tebu rakyat itu merupakan salah satu strategi dari percepatan swasembada gula konsumsi nasional pada 2028. Untuk itu, pemerintah harus ambil bagian memberikan penyuluhan terkait dengan kultur teknis penanaman hingga penebangan, penyediaan modal dari perbankan serta mempertemukan petani tebu dengan offtaker.

”Bagi kami, isu gula di Indonesia bukan isu pabrik dan varietas lagi, tetapi isu bagaimana petani menanam tebu dengan kultur teknis yang benar,” kata Ghani.

Selain itu, lanjut Ghani, PTPN III juga mengusulkan pungutan gula impor. Metodenya seperti pungutan ekspor minyak sawit dan produk turunan. Pungutan gula impor itu dapat dikelola untuk membantu bongkar ratoon tebu dan mendukung penelitian terkait dengan pengembangan tebu nasional.

Pada tahun ini, PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), anak perusahaan Holding Perkebunan Nusantara PTPN III, menargetkan produksi gula konsumsi sebanyak 1 juta ton. Target tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rerata produksi yang sekitar 800.000 ton per tahun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *