Skema Pembiayaan Lembaga Kredit

Skema Pembiayaan Lembaga Kredit - Skema Pembiayaan dari Lembaga Kredit Asing Mudahkan Pelaku Usaha Domestik.

Skema Pembiayaan Lembaga Kredit – Skema Pembiayaan dari Lembaga Kredit Asing Mudahkan Pelaku Usaha Domestik.

Prospek perekonomian Indonesia dianggap menjanjikan oleh sejumlah negara di Eropa. Beberapa lembaga kredit ekspor asing menawarkan diri untuk memberi pinjaman dana agar para nexwin77 pelaku usaha Indonesia dapat mengekspor produknya.

Menurut Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN Olivier Zehnder, Indonesia menawarkan beragam potensi untuk perusahaan infrastruktur. Salah satunya dalam proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.

”Indonesia juga memiliki visi Indonesia 2045 untuk lepas dari status pendapatan kelas menengah. Guna mencapai hal itu, investasi besar pada infrastruktur juga dilakukan,” ujar Zehnder dalam Konferensi Pembiayaan Ekspor Indonesia di Jakarta, Selasa (19/9/2023).

Dalam acara itu, hadir pula sejumlah tokoh. Beberapa di antaranya Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary, Duta Besar Austria Thomas Loidl; Director and CFO PT Siemens Indonesia Holger Appler; serta Head of Export Finance Landesbank Baden-Württemberg (LBBW).

Hal senada diutarakan Appler. Selain produk domestik bruto (PDB) tumbuh cepat, Indonesia juga berambisi menciptakan energi yang bersih. Negara ini menargetkan status karbon netral pada tahun 2060.

”(Indonesia) adalah pasar yang positif, tak hanya 50 tahun, tetapi lebih dari itu,” katanya.

Beberapa badan kredit ekspor (ECA), yaitu Euler Hermes, OeKB, dan Serv, berupaya mengakomodasi kredit para pelaku usaha. Salah satunya dilakukan Direktur PT Trias Sentosa Tbk Nani Asmara ketika mendapat pinjaman dari bank asal Jerman, LBBW, yang bekerja sama dengan Euler Hermes.

Trias Sentosa bergerak pada sektor manufaktur yang memproduksi plastik film di Indonesia. Nantinya, plastik-plastik tersebut dapat diaplikasikan sebagai pembungkus camilan, minuman, rokok, parfum, dan kertas laminasi. Sebanyak 40 persen produknya diekspor ke pasar internasional yang didominasi Amerika Serikat, Jepang, dan kawasan Eropa.

Nani mengatakan, dalam pengajuan proses pinjaman, alur yang dilalui serupa dengan pengajuan pada bank lokal. Beberapa di antaranya seperti cek rekam jejak performa keuangan perusahaan, mengukur prospek, serta dampak atas proyek atau usaha yang akan dibiayai.

Bank-bank lokal saat memberi pinjaman akan mensyaratkan tanah atau bangunan sebagai jaminan. Hal itu belum termasuk biaya hukum terkait pembiayaan notaris dan hal-hal lainnya, padahal usaha ini baru dimulai. Barang yang akan dikembangkan belum ada wujudnya. Hal tersebut dilatarbelakangi kekhawatiran atas ketidakpastian usaha.

”Mungkin kalau landscape dari perbankan Indonesia saat ini masih ragu-ragu karena tidak ada jaminan pemerintah sini (Indonesia) untuk memastikan kelangsungan pembiayaan,” kata Nani.

Untuk skema pembiayaan dalam usahanya, LBBW bekerja sama dengan Pemerintah Jerman guna memberi jaminan dan dukungan dana. Alhasil, sokongan modal itu bisa terjadi. Dampaknya, pelaku usaha mendapatkan kreditor yang siap membiayai proyeknya hingga tuntas sehingga memberi kelegaan dalam menjalankan usahanya.

Proyek Trias Sentosa membutuhkan dana 50 juta dollar AS yang setara dengan Rp 769,1 miliar (kurs Rp 15.381 per dollar AS). Namun, dana diberikan untuk perlengkapan atau peralatan usaha yang memakan proporsi pembiayaan terbesar dalam suatu usaha.

”Kami dapat pembiayaan sekitar 30 juta dollar AS (setara Rp 461,4 miliar) itu yang eligible equipment. Bagian lain, seperti konten lokal, tak dibiayai. Kami dapat kurang lebih tenor 10 tahun untuk periode pengembalian dana,” ujar Nani.

Bagi usahanya, proses pengembalian tak dimulai ketika penandatanganan proyek. Namun, Nani diberi dua tahun untuk mempersiapkan proyeknya, kemudian enam bulan setelahnya proyek komersial berjalan (go live). Setelah melewati proses itu, pembayaran cicilan dimulai. Artinya, ia baru membayar cicilan setelah 2,5 tahun.

”Kami benar-benar membayar kembali (dana yang dipinjamkan) dari proses yang dibiayai. Kalau disuruh bayar (langsung), agak kesulitan karena proyek belum berjalan, belum menghasilkan. Itu bedanya dengan local lender,” tuturnya.

Berkaca negara lain

Sejumlah tantangan global turut dirasakan pengusaha lokal. Peta persaingan dengan pelaku usaha asing menciptakan perebutan pangsa pasar dalam negeri.

Nani mengatakan, persaingan dalam industrinya sangat ketat, terutama dari China dan India. Ia berharap pemerintah memberi kemudahan untuk produsen-produsen lokal agar dapat memerangi barang impor yang berbanjiran dalam negeri. Salah satu bentuknya bisa berupa pembatasan bea masuk untuk bahan baku.

Pemerintah Indonesia dapat belajar dari Pemerintah Jerman, Austria, dan Swiss untuk mendukung pelaku usaha agar tercipta iklim investasi. Contohnya dengan memberi asuransi atau bekerja sama dengan pihak bank.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *