Tambahan Pungutan Tapera – Kena Tambahan Pungutan Tapera, Kelas Pekerja Dilarang Kaya. Kelas pekerja kini dihadapkan kepada situasi yang tidak mudah.
Di tengah meningkatnya biaya kebutuhan hidup sehari-hari, beban yang ditanggung oleh kelas pekerja akan bertambah nexwin77 melalui pungutan tabungan perumahan rakyat atau Tapera. Lantas, akankah kelas pekerja bisa menjadi kaya?
Polemik mengenai Tapera masih terus berlanjut. Salah satu yang menjadi perdebatan ialah soal kewajiban tabungan sebesar 3 persen yang dipungut dari penghasilan setiap bulannya. Bagi pekerja formal, pungutan ditanggung pekerja dan perusahaan, masing-masing sebesar 2,5 persen dan 0,5 persen. Bagi pekerja mandiri, potongan 3 persen dari penghasilan ditanggung sepenuhnya oleh yang bersangkutan.
Barangkali angka 2,5 persen terlihat rendah kecil, tetapi tambahan potongan yang paling lambat berlaku pada 2027 ini akan semakin menambah beban pekerja. Bagaimana tidak, setiap bulannya, gaji pekerja sudah terpotong untuk keperluan berbagai jenis iuran dan pajak penghasilan.
Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyebut, iuran sebesar 2,5 persen dari gaji pekerja formal atau 3 persen dari penghasilan kotor pekerja mandiri memberatkan.
Sebab, gaji bruto selama ini sudah dipotong untuk membayar sejumlah iuran wajib, seperti pajak penghasilan secara progresif (PPh 21) sebesar 5 persen, iuran BPJS Kesehatan sebesar 1 persen, iuran BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 2 persen dan Jaminan Pensiun sebesar 1 persen.
Potongan gaji tersebut juga dapat bertambah jika pekerja dikenakan biaya jabatan dan potongan pensiun, serta memiliki utang kepada pemberi kerja. Dengan demikian, upah bersih (take home pay) yang dapat dinikmati oleh pekerja secara umum untuk mengonsumsi barang dan jasa maksimal sebesar 88,5 persen dari total gaji kotor yang dibayarkan.
Sebagai contoh, Budi merupakan karyawan tetap di Jakarta dan belum memiliki tanggungan. Penghasilan Budi di atas Upah Minimum Regional (UMR), yakni Rp 10 juta per bulan atau Rp 120 juta setahun. Secara sederhana, penghasilan Budi dengan memperhitungkan PPh 21 dan sejumlah potongan lainnya, menjadi sekitar Rp 8,69 juta per bulan.
Upah Budi tersebut akan kembali berkurang saat iuran wajib Tapera benar-benar diberlakukan. Penghasilan Budi akan berkurang sebesar Rp 237.500 per bulan menjadi Rp 8,44 juta per bulan. Kewajiban membayar iuran tersebut tentu akan semakin menggerus daya belinya.
Sebagai peserta, Budi tidak dapat mencairkan dana simpanan sebelum ia pensiun atau masa kepesertaannya berakhir. Budi juga tidak akan mendapatkan imbal hasil dana simpanan Tapera yang sepadan dengan nilai valuasi ekonominya setelah masa kepesertaan berakhir. Apalagi, bila dampak inflasi yang menggerus nilai riil dari tabungan diperhitungkan.
Imbal hasil simpanan dana Tapera juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya, seperti saham, reksadana, obligasi. Imbal hasil yang didapatkan dari kepesertaan Tapera lebih rendah dari rata-rata obligasi negara yang saat ini berkisar 6,5 persen atau maksimal setara dengan imbal hasil deposito di kisaran 3,5 persen.
Simulasi di atas menunjukkan, dompet kelas menengah tanggung semakin terimpit oleh berbagai pungutan. Pada saat yang sama, biaya hidup terus meningkat. Ditambah lagi, kenaikan upah yang tak signifikan membuat daya beli kelas menengah semakin tergerus.
Berdasarkan data Mandiri Spending Index (MSI), rata-rata penghasilan bersih masyarakat hanya meningkat 15 persen selama 2017-2023. Sementara kenaikan harga (indeks harga konsumen) lebih tinggi, yakni sebesar 18,5 persen.
Di sisi lain, kredit konsumer setelah pandemi Covid-19 melonjak hingga 44,8 persen. Artinya, beban biaya kebutuhan sehari-hari masyarakat yang terus meningkat tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang signifikan sehingga orang berbondong-bondong utang.
Mereka yang masigh punya tabungan terpaksa merogoh simpanan. Tak sedikit yang terpaksa mengambil tabungan demi menyambung hidup. Ini tercermin dari fenomena makan tabungan (mantab) yang telah berlangsung sejak triwulan IV-2023.
Pada Maret 2024, pendapatan yang dialokasikan untuk tabungan oleh kelas menengah dan atas cenderung menurun dibandingkan pada Maret 2023. Alokasi tabungan kelas menengah tersebut turun dari 19,3 persen menjadi 19,2 persen, sedangkan kelas atas turun dari 19,8 persen menjadi 19 persen.