UMKM Didorong Tingkatkan Pengelolaan – Pelaku UMKM Didorong Tingkatkan Pengelolaan Jenama. Kesadaran pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM dalam membangun merek masih rendah.
Padahal, unsur tersebut merupakan aset tak berwujud yang menentukan masa depan produk. Seluruh pihak perlu bekerja sama untuk membangun kesadaran merek.
Asisten Deputi Kemitraan dan Perluasan Pasar Kementerian Koperasi dan UKM Pixy menyayangkan pelaku gemuk88 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia yang kurang memperhatikan pentingnya merek atau jenama. Pelaku usaha mikro, khususnya, masih mementingkan dagangan yang laku. Sementara merek-merek lain dengan merek yang berpengaruh dan cukup dikenal malah diakusisi atau dibeli pelaku usaha asing.
”Brand (merek) adalah hal yang sangat penting karena intangible asset yang sangat besar nilainya,” tutur Pixy saat membuka Pameran Puncak Indonesia UMKM (ISSE) 2023 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (29/8/2023).
Dalam acara itu, hadir pula Wakil Ketua Umum II Bidang Perekonomian Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Franky Oesman Widjaja; pendiri Sevenpreneur, Raymond Chin; serta CEO Desty, Mulyono. Pameran ISSE 2023 mewadahi masyarakat untuk mencari inspirasi, memulai usaha, dan mendapatkan koneksi bisnis.
Berbicara soal jenama, penilaian serupa dengan Pixy diutarakan Raymond.
”Kalau enggak ada brand dan cuma berdagang, barang itu hanya komoditas,” kata Raymond.
Pelaku usaha perlu membangun merek yang tak hanya sekadar logo, gambar, atau nama. Cerita di balik merek, upaya meraih empati masyarakat, serta pesan yang ingin disampaikan jenama perlu dikelola agar melekat pada masyarakat.
Pembahasan merek menunjukkan pula persoalan kesenjangan keahlian (skill gap). Para pelaku UMKM semestinya dapat berpikir lebih jauh bahwa menjalankan usaha itu tak hanya berorientasi pada jumlah produk yang berhasil diperdagangkan. Namun, ia juga dapat memikirkan metode penjualan, distribusi, dan cara memaksimalkan performa iklan.
Hal itu menunjukkan sejumlah komponen perlu diperhitungkan untuk mendapat ceruk pasar signifikan. Idealnya, UMKM Indonesia dapat mengantongi pangsa pasar terbesar atas konsumsi negara sendiri, diikuti produksi secara domestik pula.
”Kadang, masalahnya setelah itu bukan skill, tapi kemauan. Enggak banyak orang mau mendorong (diri) sampai pada tahap tertentu. Jadi tantangannya itu,” ujar Raymond.
Pemerintah menargetkan ada 30 juta UMKM yang memanfaatkan konsep ekonomi digital pada 2024. Hingga saat ini, sekitar 21 juta UMKM yang menggunakan konsep tersebut. Guna mengejar kekurangannya, pemerintah tak dapat bergerak sendiri, sehingga dibutuhkan kerja sama pihak lain.
ISSE 2023 terdiri atas sejumlah rangkaian acara. Beberapa di antaranya berupa panggung konferensi, yakni 15 sesi panel dengan puluhan pembicara yang akan berbagi wawasan mengenai berbagai aspek bisnis; area siaran langsung (live streaming), yaitu demonstrasi langsung dari sejumlah pelaku siaran sehingga pengunjung dapat mempelajari trik berjualan daring; serta ruang pengalaman yang memungkinkan pengunjung mendapat ide juga solusi langsung dari beberapa perwakilan lokapasar.
Kesenjangan kemampuan
Kesadaran pentingnya jenama bagi para pelaku UMKM dapat dilakukan antara pemerintah dan pihak swasta. Sebab, merek dengan ciri khas yang kuat makin diminati generasi muda.
Pixy mengakui, meningkatkan kesadaran pelaku usaha UMKM butuh kolaborasi dari banyak pihak. Pihaknya tak mampu bergerak sendiri menuntaskan persoalan ini.
”Saya lihat malah banyak dari pihak swasta yang justru membantu membangun brand awareness agar UMKM bangga dengan mereknya,” katanya.
Pemerintah dapat mempersempit kesenjangan kemampuan antarpelaku UMKM. Gerakan kolektif dibutuhkan untuk membina mereka.
Raymond mengatakan, ia tak berharap banyak pada pemerintah untuk membina hingga ke level terkecil atau personal. Alasannya, berkaca dari negara-negara maju lainnya, pemerintah tersebut pun memberikan pendidikan dasar secara umum, tetapi tak menyentuh pembinaan secara pribadi. Namun, pemerintah Indonesia bisa menyusun konsep yang jelas terkait regulasi dan perizinan dalam sektor UMKM.
”Mereka juga melakukan investasi yang tepat untuk meningkatkan (kemampuan) masyarakat,” ujar Raymond.
Saat ini, bantuan dana penting untuk pembinaan. Pemerintah juga dapat menyubsidi potongan-potongan biaya bagi UMKM yang menjual produknya di lokapasar.
Masyarakat sebagai konsumen pun perlu mendukung pelaku usaha UMKM dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang. Salah satunya dengan menggunakan produk lokal.
”Rantai suplai kita, manufaktur kita, memang enggak secanggih luar (negeri), tapi selama ada nasionalisme, orang-orang (pelaku UMKM) sadar untuk mencoba lagi (memperbaiki produknya). Jadi, konsumsi lokal biar uang beredar di negara kita sendiri,” kata Raymond sekaligus pengusaha ini.