Daya Beli Masyarakat Tergerus – Cicilan Utang Meningkat, Daya Beli Masyarakat Menengah-Bawah Kian Tergerus.
Belanja masyarakat kelas menengah bawah berpotensi tertekan seiring kenaikan biaya cicilan setelah pandemi Covid-19. Respons penyesuaian suku bunga kredit terhadap kenaikan suku bunga acuan oleh industri perbankan akan memengaruhi daya beli masyarakat mendatang.
Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengatakan, belanja kelas menengah dan kelas bawah masih ditopang oleh tabungan. Fenomena makan tabungan (mantab) sejak kuartal IV-2023 juga mengindikasikan adanya pelemahan pada daya beli.
”Tekanan spending di kelompok menengah dan menengah bawah berasal dari alokasi pembayaran cicilan. Sementara itu, peningkatan pendapatan mereka tidak sejalan dengan naiknya harga-harga,” kata Teguh dalam Mandiri Macro and Market Brief secara daring, Selasa (14/5/2024).
Tekanan spending di kelompok menengah dan menengah bawah berasal dari alokasi pembayaran cicilan.
Berdasarkan data Mandiri Spending Index (MSI), rata-rata penghasilan bersih masyarakat hanya meningkat topgaming77 15 persen selama 2017-2023. Sementara kenaikan harga (indeks harga konsumen) lebih tinggi, yakni sebesar 18,5 persen. Di sisi lain, kredit konsumer setelah pandemi Covid-19 melonjak hingga 44,8 persen.
Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat cenderung terus menguras tabungannya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar cicilan. Adapun porsi tabungan terhadap pendapatan selama periode 2017-2018 tumbuh negatif 22,4 persen.
Sementara itu, tren belanja masyarakat selama triwulan I-2024 masih terjaga stabil dan tumbuh positif. Pada periode tersebut, MSI berada pada level 206,7 atau tumbuh 3,47 persen dibandingkan triwulan IV-2023 dan tumbuh 40,23 persen dibanding triwulan I-2023.
Peningkatan indeks ini ditopang oleh pengeluaran sektor rumah tangga, terutama belanja grosir yang secara agregat meningkat sebesar 4,7 persen. Tren belanja yang meningkat tersebut juga dipengaruhi oleh momentum pemilihan umum (pemilu), Ramadhan, serta persiapan Lebaran.
Secara umum, belanja selama periode Ramadan-Idul Fitri 2024 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 2023. Belanja tersebut terjadi pada periode pemberian tunjangan hari raya (THR) hingga dua pekan sebelum Idul Fitri dengan pertumbuhan mencapai 7,1 persen dibandingkan periode sebelum pemberian THR dan periode pemberian THR 2023 sebesar 4,6 persen.
Berdasarkan kelompok pendapatannya, belanja didorong oleh segmen menengah (masyarakat dengan rata-rata saldo tabungan Rp 1 juta-Rp 10 juta) dan atas (masyarakat dengan saldo tabungan di atas Rp 10 juta). Masing-masing tumbuh 9,2 persen dan 7,1 persen dibanding periode sebelum Ramadhan.
Di sisi lain, pertumbuhan belanja kelompok bawah (masyarakat dengan rata-rata saldo tabungan di bawah Rp 1 juta) melambat 8,9 persen.
Pada Maret 2024, misalnya, pendapatan yang dialokasikan untuk tabungan oleh kelas menengah dan atas cenderung menurun dibandingkan pada Maret 2023. Alokasi tabungan kelas menengah tersebut turun dari 19,3 persen menjadi 19,2 persen, sedangkan kelas atas turun dari 19,8 persen menjadi 19 persen.
Di saat yang sama, pendapatan yang dialokasikan untuk membayar cicilan kelas menengah dan atas pada Maret 2024 meningkat signifikan dibandingkan pada Maret 2023. Porsi cicilan kelas menengah meningkat dari 10,9 persen menjadi 13,6 persen, sedangkan kelas menengah atas meningkat dari 11 persen menjadi 14 persen.
”Masyarakat akan cenderung shifting (beralih) ke barang yang lebih murah atau defensif. Apalagi, di tengah periode kenaikan suku bunga, cicilan masyarakat berpotensi akan semakin besar sehingga dapat mengakibatkan belanja masyarakat tertekan,” ujar Yudo.
Penyesuaian suku bunga
Pada April 2024, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen sajak kenaikan terakhirnya pada Oktober 2023 menjadi 6 persen. Keputusan BI tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar sekaligus menjaga tingkat inflasi yang dapat terpengaruh oleh inflasi barang impor (imported inflation).
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, keputusan tersebut diambil sebagaimana mandat BI yang salah satunya menjaga stabilitas atau dalam hal ini termasuk tingkat inflasi. Apabila suku bunga tidak dinaikkan, aliran modal asing akan terus terjadi dan nilai tukar rupiah semakin tertekan sehingga berpotensi mengakibatkan terjadinya imported inflation.
”Dampak positifnya, instrumen investasi portofolio Indonesia relatif lebih menarik dan mengerem aliran modal asing tidak keluar secara masif sehingga inflasi dan daya beli dapat terjaga. Hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujar Andry.