Libur Lebaran Perlu Dikelola Lebih Optimal – Tradisi mudik berkontribusi pada pergerakan uang yang besar bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Pemerintah menyebut perputaran uang pada Idul Fitri 2024 mencapai Rp 369,8 triliun. Pengelolaan potensi pariwisata selama libur Lebaran harus lebih baik di masa mendatang.
Lebaran menjadi momentum bagi masyarakat Indonesia untuk berlibur dengan keluarga, sebab mayoritas warga topgaming77 berbondong-bondong pulang ke kampung halaman masing-masing. Tradisi tahunan ini dinilai berimbas positif terhadap pariwisata.
”Jadi, mudik itu habit yang paling bagus di Indonesia untuk pariwisata. Libur Lebaran itu bagus untuk pariwisata. Hanya saja, manajemen kita yang salah,” ujar Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Azril Azhari saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (27/4/2024).
Baca juga: Wisata Lebaran Dongkrak Ekonomi Daerah
Ia menyoroti adanya kemacetan yang mengular di Pelabuhan Merak, Banten, dan Pelabuhan Bakauheni, Lampung, saat arus mudik dan balik Lebaran lalu. Padahal, kemacetan ini selalu terjadi saban tahun, tetapi belum bisa diantisipasi. Apalagi, saat ini, Jalan Tol Trans-Sumatera telah beroperasi, semestinya persoalan ini dapat dimitigasi.
Efek pengganda, Azril melanjutkan, banyak yang hilang karena kecelakaan terjadi. Padahal, kondisi ini bisa ditekan jika ada pembagian jadwal pergerakan orang secara merata.
”Untuk liburan, jangan liburan bersama, pasti hancur kita,” katanya.
Kepadatan kendaraan di berbagai tempat terjadi karena jadwal libur semua orang, baik pekerja swasta maupun pemerintah, berlangsung secara bersamaan. Belum lagi libur anak sekolah, yang juga berbarengan.
Solusinya, Azril berpendapat, ada pembagian waktu berlibur untuk pegawai negeri dan swasta. Namun, di antara kedua pihak ini, pegawai negeri merupakan pihak yang paling mudah diatur jadwalnya. Mereka dapat mengalah untuk berlibur setelah gelombang pegawai swasta.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memperkirakan, pergerakan masyarakat saat mudik dan libur Lebaran 2024 berdampak signifikan. Pihaknya mengklaim perputaran ekonomi sektor parekraf mencapai Rp 369,8 triliun.
”Perhitungan ini berdasarkan jumlah perkiraan pergerakan masyarakat yang didata Kementerian Perhubungan (Kemenhub), serta persentase masyarakat yang berwisata dan rata-rata pengeluaran wisatawan berdasarkan hasil survei Kemenparekraf,” ujar Adyatama Kepariwisataan Kemenparekraf Nia Niscaya pada pertengahan April lalu.
Dalam survei Kemenhub sebelum arus mudik berlangsung, sekitar 193,6 juta orang berpotensi mudik dari keseluruhan populasi. Angka itu setara dengan 71,7 persen dari 48.372 responden di 38 provinsi.
Kemenparekraf juga menyebarkan survei preferensi aktivitas wisatawan nusantara pada momen libur lalu. Survei itu menjaring 1.756 responden yang menunjukkan, pantai atau danau menjadi pilihan utama masyarakat (56,1 persen). Posisinya diikuti pusat kuliner (50,8 persen), pegunungan/agrowisata (41,9 persen), taman rekreasi/kebun binatang (29,9 persen), dan pusat perbelanjaan (26,6 persen).
Nia mengatakan, pengeluaran per orang untuk berwisata rata-rata Rp 2,73 juta. Pengeluaran terbesar digunakan untuk akomodasi yang diikuti transportasi, makan-minum, dan oleh-oleh.
Pengembangan wisatawan nusantara perlu diprioritaskan ketimbang wisatawan mancanegara. Sebab, potensi ekonominya banyak disumbang pergerakan wisatawan domestik.
”Fokus ke wisatawan nusantara dulu karena jadi peluang bagus, ekonomi muncul dari rakyat. Orang mau pulang kampung dari Jakarta atau Surabaya itu bawa uang. Jadi, uang beredar melalui mereka. Mereka yang hebat karena memindahkan uang ke kampung halaman. Itu harus ditata dengan baik,” tutur Azril.
Ia menyayangkan, hal semacam itu tidak ditata dengan semestinya, termasuk juga dengan penataan dan persiapan lokasi pariwisata di daerah. Pemerintah daerah (pemda) tak memiliki persiapan khusus untuk menyambut Lebaran.
Lokasi wisata kerap dikeluhkan kebersihannya. Seharusnya pemda mendidik wisatawan sembari berlibur. Salah satunya dengan memberikan plastik kosong kepada pengunjung. Siapa pun yang berhasil memenuhi plastik tersebut dengan sampah-sampah yang berceceran berhak menerima hadiah, antara lain suvenir atau produk-produk usaha mikro, kecil, dan menengah.
”Jadi, yang membersihkan bukan petugas, melainkan turis sendiri. Kenapa habit ini enggak diciptakan? Kalau kotor, ya, dibersihkan bersama karena petugas, kan, sedikit,” kata Azril.
Konsep penghargaan (reward)dinilai lebih efektif ketimbang hukuman (punishment). Manajemen waktu dan kebersihan semestinya bisa dibiasakan di destinasi pariwisata Indonesia.