Minyak Bumi Anjlok – Target ”Lifting” Minyak Bumi Anjlok, ”Cost Recovery” Melambung. Pemerintah mengusulkan target produksi siap jual atau lifting minyak bumi sebesar 580.000-601.000 barel per hari dalam asumsi dasar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025.
Target ini di bawah realisasi pada 2023 sebesar 605.500 barel per hari dan target 2024 sebesar 635.000 barel per hari. Padahal, lifting signalgacor minyak bumi ditargetkan naik menjadi 1 juta barel per hari pada 2030.
”Mencermati realisasi hingga Mei 2024 dan outlook 2024, lifting minyak dan gas bumi pada RAPBN 2025 diusulkan sebesar 1,58 juta-1,64 juta barel setara minyak per hari. (Itu) dengan rincian lifting minyak bumi sebesar 580.000-601.000 barel per hari dan lifting gas bumi sebesar 1 juta-1,04 juta barel setara minyak per hari,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Di sisi lain, realisasi biaya produksi yang dipulihkan atau cost recovery justru melambung. Biaya produksi yang dipulihkan hingga Mei 2024 sebesar 2,51 miliar dollar AS atau 30 persen dari target APBN yang sebesar 8,25 miliar dollar AS.
Sementara proyeksi realisasi sepanjang 2024 sebesar 8,26 miliar dollar AS. Adapun biaya produksi yang dipulihkan pada RAPBN 2025 diusulkan sebesar 8,5-8,7 miliar dollar AS.
Kedua hal yang kontradiktif ini mendapat sorotan dari anggota Komisi VII DPR. Apalagi, realisasi lifting minyak bumi setiap tahun kerap kali tak mencapai target. Ujung-ujungnya, target di APBN terus menurun. Sementara usulan biaya produksi yang dipulihkan pada RAPBN 2025 justru meningkat.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Mercy Crhiesty Barends, mengatakan, hanya 1-2 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dari 15 KKKS besar yang mampu meningkatkan produksi hingga melampaui batas yang ditetapkan APBN. Sementara sisanya menurun secara bertahap dari tahun ke tahun. Ia pun meminta ada diskusi bersama dengan sejumlah KKKS untuk mendapatkan penjelasan.
”Agar kita dapat kepastian berkaitan dengan lifting minyak dan kondensat sehingga ada gambaran lebih jelas. (Bicara kondisi) sumur-sumur tua, itu sejak 2014. Masak sejak 10 tahun lalu tidak ada perubahan? Harus ada langkah bersama dan komprehensif dari semua sebagai pemangku kebijakan,” ujar Mercy.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, melihat secara realistis bahwa lifting minyak bumi nasional memang sudah sulit untuk ditingkatkan. ”Memang tuntutan semestanya begitu (terus menurun alamiah). Segini-gini saja, jadi (target) jangan terlalu tinggi. Tapi, kalau bisa cost recovery-nya jangan tinggi juga,” ucapnya.
Usulan target lifting minyak bumi 580.000-601.000 barel per hari oleh pemerintah tersebut menambah daftar panjang tren penurunan dari tahun ke tahun. Pada APBN 2022, target lifting minyak sebesar 703.000 barel per hari. Realisasinya hanya 612.300 barel per hari. Sementara pada APBN 2023 targetnya sebesar 660.000 barel per hari. Realisasi hanya 605.500 barel per hari.
Selama ini usia sumur-sumur minyak di Indonesia yang sudah tua menyebabkan produksi terus menurun secara alamiah. Sejumlah upaya peningkatan produksi belum mampu mengimbangi laju penurunan produksi minyak bumi secara alamiah. Namun, di sisi lain, ada target nasional, yakni 1 juta barel minyak per hari pada 2030.
Arifin juga menyampaikan asumsi dasar sektor ESDM lainnya untuk RAPBN 2025. Minyak mentah Indonesia (ICP), misalnya, yang diusulkan 75-85 dollar AS per barel. Angka tersebut didasari realisasi ICP hingga Mei 2024 sebesar 81,67 dollar AS per barel dan cenderung turun. Pertimbangan lainnya adalah proyeksi berbagai lembaga internasional yang juga memperkirakan harga minyak dunia serta kondisi geopolitik.
Sementara untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam RAPBN 2025 diusulkan sebesar 18,84-19,99 juta kiloliter (KL). Ini terdiri dari minyak tanah 0,51-0,55 juta KL dan minyak solar 18,33-19,44 juta KL.
Adapun volume elpiji 3 kilogram diusulkan sebesar 8,17 juta ton. Usulan lainnya adalah subsidi tepat minyak solar senilai Rp 1.000-Rp 3.000 per liter dan subsidi listrik sebesar Rp 83,02-Rp 88,36 triliun (dengan asumsi ICP 75-85 dollar AS per barel dan nilai tukar sebesar Rp 15.300-Rp 16.000 per dollar AS, serta inflasi 1,5 persen-3,5 persen).
Anggota Komisi VII DPR bersepakat untuk melakukan pendalaman lebih lanjut terkait usulan asumsi dasar sektor ESDM yang diusulkan pemerintah pada rapat kerja Rabu. Mereka menilai perlu ada penjelasan lebih rinci mengenai angka-angka yang diusulkan.