Pemerintah Cabut Status Internasional 17 Bandara

Pemerintah mencabut status internasional 17 bandara dari 34 bandara internasional guna mendorong pemulihan sektor penerbangan nasional.

Pemerintah Cabut Status Internasional 17 Bandara – Pemerintah mencabut status internasional 17 bandara dari 34 bandara internasional guna mendorong pemulihan sektor penerbangan nasional. Meski menyandang status internasional, sebagian di antaranya hanya melayani penerbangan ke negara terdekat. Bandara Indonesia hanya berperan sebagai pengumpan ke negara lain.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) baru saja merampingkan bandara internasional, dari 34 menjadi 17 bandara. Tujuannya, mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat terpuruk venetian89 saat pandemi Covid-19. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri (KM) Nomor 31/2024 tentang Penetapan Bandar Udara Interansional pada 2 April 2024.

Keputusan ini disambut positif Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) Alvin Lie. Berdasarkan data yang dihimpunnya, selama ini dari 34 bandara internasional yang beroperasi di Indonesia, hanya 15-17 bandara yang aktif memiliki jadwal. Sisanya hanya tersemat status ”internasional” tanpa memiliki penerbangannya.

”Jadi, hanya statusnya bandara internasional, tapi enggak ada penerbangannya. Kemudian, dari 15-17 bandara yang aktif ini, hanya segelintir yang melayani penerbangan sejumlah negara,” ujar Alvin saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (27/4/2024).

Dalam penilaiannya, selama ini bandara yang melayani beragam rute internasional terbatas pada sejumlah bandara. Sejumlah bandar udara itu adalah Bandara Soekarno-Hatta (Banten), Bandara I Gusti Ngurah Rai (Bali), Bandara Kualanamu (Sumatera Utara), dan Bandara Sam Ratulangi (Sulawesi Utara).

Selain keempat bandara tersebut, Alvin melanjutkan, hanya melayani penerbangan internasional ke Singapura dan Malaysia. Kondisi ini dinilai tak ideal bagi Indonesia, baik secara politik maupun ekonomi.

”Bandara-bandara kita hanya jadi pengumpan atau feeder untuk bandara-bandara di Singapura dan Malaysia. Hal ini diperkuat dengan data pihak imigrasi yang menunjukkan, dari total penumpang, 60-90 persen berpaspor Indonesia,” kata Alvin.

Bandara-bandara berstatus internasional itu pada akhirnya hanya memfasilitasi pelaku perjalanan Indonesia ke luar negeri. Namun, mereka tak mendatangkan warga negara asing ke Indonesia.

”Pemerintah daerah sudah terlena, merasa bandara internasional sudah ada sehingga tak mempromosikan daerahnya ke negara-negara lain untuk mendatangkan pelaku perjalanan internasional,” ujar Alvin.

Berkaca dari praktik penyelenggaraan bandara internasional di dunia, sejumlah negara juga menyesuaikan jumlah bandara dengan status tersebut. India, misalnya, yang berpenduduk 1,42 miliar hanya memiliki 35 bandara internasional, sedangkan Amerika Serikat yang berpenduduk 399,9 juta mengelola 18 bandara internasional.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, KM No 31/2024 bertujuan melindungi penerbangan internasional pascapandemi. Caranya, dengan menjadikan bandara sebagai hub atau pengumpan internasional di negara sendiri.

”Selama ini, sebagian besar bandara internasional hanya melayani penerbangan internasional ke beberapa negara tertentu, bukan merupakan penerbangan jarak jauh. Sehingga, hub internasional justru dinikmati negara lain,” tutur Adita.

Senada dengan penilaian Alvin, Adita mengatakan, sejumlah bandara internasional hanya melayani penerbangan jarak dekat dari dan ke satu atau dua negara. Bandara internasional lain hanya melakukan penerbangan internasional, bahkan ada yang sama sekali tak memiliki layanan antarnegara. Situasi ini mengakibatkan pengoperasian bandara tak efektif dan efisien dalam pemanfaatannya.

Meski 17 bandara internasional telah ditetapkan, bandara yang status penggunaannya sebagai bandara domestik tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer. Operasionalisasi itu bisa dilakukan setelah ditetapkan Menteri Perhubungan sesuai Peraturan Menhub Nomor PM 40 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menhub Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Kegiatan itu mencakup kenegaraan, kegiatan internasional, embarkasi dan debarkasi haji, menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, serta penanganan bencana.

”Penataan bandara secara umum, termasuk bandara internasional, akan terus dievaluasi secara berkelanjutan. Sehingga penataan dan operasionalisasi bandara juga akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang,” ucap Adita.

Kembalinya status domestik ke sejumlah bandara bukan berarti bandara tersebut tak dapat mengembalikan kelas ”internasional”. Butuh komitmen serta kerja nyata pemerintah daerah untuk memperjuangkan status internasional itu lagi.

Alvin mengemukakan, regulasi ini merupakan proses penyederhanaan agar rute-rute penerbangan internasional dapat dikonsentrasikan dengan lebih optimum. Bandara-bandara Indonesia juga tak hanya menjadi pengumpan bagi negara tetangga. Harapannya, efektivitas perjalanan udara ini juga dapt mendukung maskapai-maskapai penerbangan Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *