Saham Bank Masih Jadi “Idola” – Saham Telekomunikasi Sedang Tertekan Investor ritel disarankan memilih sektor saham dengan fundamental baik dalam era suku bunga yang masih tinggi. Periode suku bunga tinggi diperkirakan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan pada tahun ini.
Investor ritel bisa berstrategi memilih berinvestasi di sektor yang memiliki fundamental bagus dan diuntungkan situasi untuk memaksimalkan keuntungan.
Pasar keuangan global kini terus menanti perkembangan kebijakan bank sentral Amerika Serikat alias The Fed terhadap suku bunga acuan. Ini tidak lepas dari sinyal dari The Fed, yakni topgaming77 penurunan suku bunga acuan di AS akan mundur dari rencana awal. Suku bunga tinggi berarti penguatan dollar AS terhadap mata uang negara lain, termasuk rupiah.
Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas, Rully Wisnubroto, menjelaskan, sejauh ini pasar meyakini sentimen penundaan penuruan suku bunga. Dari prediksi awal pada Maret 2024, suku bunga acuan di AS yang kini ada di level 5,5 persen diperkirakan bertahan setidaknya sampai September 2024.
Baca juga: Pelaku Pasar Modal Antisipasi Kebijakan Moneter BI
Kecenderungan penundaan itu didasarkan atas Indeks Harga Konsumen (CPI) yang masih 3,5 persen dibandingkan target penurunan hingga 2 persen pada 2024. Pasar juga masih menunggu perkembangan data Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), yang pada Februari 2024 sudah di bawah 3 persen dan untuk Maret baru akan diumumkan Jumat (26/4/2024).
”Dengan selisih suku bunga dan inflasi yang cukup lebar, sebenarnya suku bunga di AS sudah cukup restriktif dan terbuka peluang untuk menurunkan suku bunga. Cuma mereka harus memastikan inflasinya dalam tren penurunan. Data-data ekonomi AS, baik ketenagakerjaan maupun inflasi, berpengaruh pada spekulasi kapan The Fed menurunkan suku bunga,” katanya pada acara Media Day di Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Rully mengingatkan agar pasar mewaspadai kemungkinan kenaikan suku bunga untuk menekan inflasi. Kebijakan ini juga dibutuhkan di Indonesia yang mengalami tekanan dari pelemahan rupiah terhadap dollar AS.
Hari ini, data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) mencatat rupiah di level Rp 16.244 per dollar AS, tumbuh lebih dari 5 persen sepanjang tahun berjalan pada 2024 dan setara posisi empat tahun lalu saat krisis pandemi Covid-19. Tren ini akan mengancam suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang telah lama bertengger di angka 6 persen.
Penguatan dollar AS, Rully melanjutkan, merupakan fenomena global. Dari Januari sampai Maret, BI secara terus-menerus melakukan intervensi untuk mencegah penurunan rupiah lebih dalam. BI telah menggelontorkan cadangan devisa sekitar 6 miliar dollar AS untuk intervensi.
”Dengan tekanan lebih besar pada April, saya perkirakan penurunan cadangan devisa akan lebih dalam. Kemungkian jika rupiah tetap bertahan di Rp 16.200, mau tidak mau Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu besok, harus menaikkan suku bunga hingga 0,25 persen,” ujar Rully.
Dalam potensi suku bunga yang bertahan di level tinggi bahkan naik untuk beberapa bulan ke depan, investor yang masih tertarik menaruh uang di produk saham disarankan memilih sektor yang tidak akan terpengaruh volatilitas suku bunga dan rupiah, serta tentunya memiliki fundamental yang bagus.
Rully menyebut saham dari sektor perbankan tetap menjadi pilihan bagus. Sebab, faktor fundamental masih akan menopang kinerja sektor perbankan.
”Kami memandang bahwa dengan kebijakan makroprudensial yang longgar dan disertai dengan likuiditas yang masih memadai, pertumbuhan kredit masih akan tetap kuat dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia meski di tengah berbagai tantangan di sepanjang 2024,” ujarnya.
Sektor perbankan, menurut dia, masih mampu mencatatkan pertumbuhan kredit tinggi, sejalan dengan proyeksi BI di kisaran 10-12 persen secara tahunan. Pertumbuhan kredit pada Januari 2024 cukup tinggi sebesar 11,8 persen atau tertinggi selama hampir lima tahun terakhir.
Sementara itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada Januari dan Februari 2024 mampu mencapai lebih dari 5 persen, masing-masing sebesar 5,8 persen dan 5,7 persen. Pada triwulan IV-2023, DPK tumbuh di bawah 4 persen.